Suku Baduy Serahkan Upeti ke Gubernur Banten

Suku Baduy Dalam dan Baduy Luar menyerahkan upeti ke Gubernur Banten.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 28 Apr 2015, 08:35 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2015, 08:35 WIB
Suku Baduy Nasehatkan Pemerintah Banten Lewat Seba Baduy
Lewat ucapara Seba Baduy, suku Baduy ingin ingatkan pemerintah agar bekerja sesuai koridor.

Liputan6.com, Lebak Dua ribu Suku Baduy Dalam dan Luar meninggalkan perkampungannya di Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak semenjak Jumat 24 April 2015 lalu untuk memberikan hasil bumi kepada pimpinan tertinggi di Provinsi Banten. Tradisi yang sudah berumur ratusan tahun dan hanya diikuti kaum laki-laki ini bernama Seba Baduy, "Kalau jaman dulu (zaman penjajahan dan kerajaan), Karesidenan Banten kan ada di Serang, makanya kita silaturahmi kesana ketemu pimpinan," kata Jaro (kepala desa) suku baduy luar, Daina, di Kabupaten Lebak, beberapa waktu lalu.

Seba merupakan tradisi tahunan suku Baduy Dalam dan Luar untuk memberikan hasil bumi kepada pimpinan di wilayahnya. Tahun ini, suku Baduy melaksanakan Seba Gede (besar) yang dilakukan setiap dua tahun sekali, di mana tahun 2014 lalu merupakan Seba Leutik (kecil). Hasil bumi yang dibawa oleh Suku Baduy berupa beras ketan, beras biasa, pisang, gula aren, sirih, sayuran, dan berbagai macam hasil bumi lainnya.

Hasil bumi yang mereka bawa diangkut menggunakan mobil pick up bagi suku Baduy Luar. Sedangkan untuk suku Baduy Dalam, mereka membawanya dengan berjalan kaki dari terminal Ciboleger, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak menuju Pendopo Gubernur Banten yang berlokasi di Jalan Brigjen KH. Syam'un, Kota Serang sejauh 180 kilometer.

Dalam acara Seba ini, selain memberikan hasil bumi, suku Baduy dalam dan luar pun akan menyampaikan keluhan dan memberi masukan kepada pimpinan tertinggi di Banten atau biasa disebut Abah Gede (bapak besar)y, sebutan untuk pemimpin tertinggi di Banten jika dikepalai oleh seorang laki-laki. "Ada pembicaraan, menyampaikan keluhan-keluhan, dan masukan kakolot (orang tua) suku Baduy ke Abah Gede (pimpinan di Banten Rano Karno)," terangnya.

Suku Baduy Dalam yang berjalan kaki untuk sampai ke Pendopo Lama Gubernur Banten melewati sawah, sungai, dan hutan tanpa alas kaki. Karena menurut mereka, tanpa alas kaki, manusia dan alam dapat bersatu, saling menghargai. Suku Baduy Dalam mulai meninggalkan perkampungannya semenjak hari Jumat 24 April 2015 kemarin sekitar pukul 05.00 wib. Di tengah perjalanan, tepatnya disungai Cigolear, mereka 'Mensucikan Diri' agar selama di perjalanan tak ada aral melintang atau kesulitan.

"Abis makan pagi (sarapan), kita makan 'rajah' (makanan yang dibungkus dengan daun talas), menginang yang sudah didoakan dulu satu malam sebelumnya biar selamat," kata ketua adat suku baduy dalam, Ayah Mursid, Sabtu (25/4/2015). Tradisi pensucian diri ini bernama prosesi adat Damarwilis. Prosesinya mirip dengan mandi lalu berwudhu dalam agama Islam.

"Kalau bebersih maksudnya agar kita (suku baduy dalam) menjalankan Seba ini, agar segala kekurangan dan kesalahan kita (suku baduy dalam) dapat dimaafkan oleh yang Maha Besar (Tuhan)," terangnya. Awak media yang berusaha mengikuti jalan kaki suku Baduy Dalam kesulitan untuk mengejar dan mengikuti jalur yang mereka lewati. Suku Baduy Dalam ini terlihat sangat ringan dan tak nampak kelelahan dalam berjalan tanpa alas kaki apapun.

"Jalan kaki lewat jalan setapak, lewat sungai, dan jalan khusus yang sudah jadi tradisi, yang sudah dijalankan dari dulu (nenek moyang suku Baduy Dalam)," tegasnya. Perlu diketahui bahwa Seba Baduy kali ini diikuti oleh sekitar 2 ribu suku Baduy Dalam dan Luar. Hanya suku Baduy laki-laki yang sudah dianggap dewasa saja yang boleh mengikuti. Sedangkan anak-anak dan kaum wanitanya bertugas menjaga rumah dan ladang. Berdasarkan data tahun 2010, penduduk Baduy Dalam dan Luar berjumlah 11. 172 jiwa. (Yandhi Deslatama/ret)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya