Kejagung Didesak Usut Ulang Spare Part `Siluman` Proyek Turbin

Bila penyidik tidak mengecek kembali spere part yang diduga 'siluman' itu, maka unsur korupsinya dikhawatirkan bisa hilang.

oleh Edward Panggabean diperbarui 28 Mar 2014, 11:05 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2014, 11:05 WIB
6-talang-sari-140207b.jpg
Puluhan aktivis dan korban pelanggaran HAM Talangsari Lampung melakukan aksi di depan kantor Kejaksaan Agung di Jakarta pada Jumat 7 Februari 2014 (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah).

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung didesak memeriksa kembali semua barang sitaan proyek kasus dugaan korupsi pengadaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 21 dan GT 22 PLTGU Blok 2 Belawan. Karena diduga, spare part atau onderdil tersebut tidak sesuai kontrak dan menimbulkan korupsi.

"Penyidik Kejaksaan Agung harus melakukan pemeriksaan atas informasi dan dugaan penggunaan spare part hasil sitaan yang dititipkan ke PLN Pembangkitan Belawan, serta dugaan adanya pengadaan spare part 'siluman' untuk kepentingan GT 22," kata Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesia (AKKLINDO) Janto Dearmando, Jakarta, Jumat (28/3/2014).

Janto mengatakan, bila penyidik tidak mengecek kembali spare part yang diduga 'siluman' itu, maka unsur korupsinya dikhawatirkan bisa hilang. Jika hilang yang harus bertanggung jawab adalah Kejagung.

"Kejagung harus bertanggung jawab sekiranya GT 22 terjadi korupsi dan ada kerugian negera. Karena Kejagung membiarkan atau memberikan izin kepada Mapna untuk mengerjakan proyek kepada GT 22. Logikanya kenapa diberikan lagi alat GT 22 ke GT 21?" tegas Janto.

Janto menjelaskan, untuk GT 21, PLN KITSBU telah membayar lunas Rp 350 miliar ke rekening PT Mapna Indonesia. Pembayaran inilah yang dianggap sebagai kerugian negara oleh Kejagung dan mengantarkan 6 orang jadi tersangka yang sekarang sudah ditahan, termasuk pegawai Mapna Co, Muhammad Bahalwan.

"BPKP pun telah melakukan pemeriksaan dan menyatakan keseluruhan pembayaran GT 21 tersebut, merupakan kerugian negara (total loss)," ujar Janto.

Jika kontrak sebagai dasar perikatan sudah cacat hukum atau tidak sah, kata Janto, apapun yang dilakukan dengan mengacu kepada kontrak tersebut adalah ilegal.

Janto menambahkan, Mapna Co dapat melaksanakan pekerjaan LTE GT 21 dan 22 hingga mencapai daya mampu 140-145 Mega Watt, diduga juga bukan menggunkan spare part buatan Mapna Co atau pabrikan lain dan bekas. Bila dihitung biayanya sebesar Rp 876 miliar, lebih mahal Rp 441 miliar jika dibandingkan harga dalam kontrak yang hanya Rp 434 miliar.

"Dalam hal ini negara bukan diuntungkan Rp 200 miliar, tapi dirugikan Rp 434 miliar," pungkas Janto. (Yus Ariyanto)

Baca juga:

Tersangka Korupsi Turbin Keberatan Rumah Mewahnya Disita

Kejagung Sita Rumah Pengusaha Terkait Korupsi Turbin

Kasus Korupsi Turbine, Jaksa Usut Keterlibatan Mapna Co

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya