KPK Sebut Modus BCA Mirip dengan Kasus Korupsi Pajak Lain

Berdasarkan penuturan terdakwa (sekarang terpidana) kasus mafia pajak, Gayus, ada 3 modus operandi yang biasa dilakukan mafia pajak.

oleh Oscar Ferri diperbarui 22 Apr 2014, 14:25 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2014, 14:25 WIB
Ketua KPK Busyro Muqoddas menyampaikan keterangan kepada wartawan saat hari pertama bekerja di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (2/12). (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqqodas mengatakan, banyak kasus pengemplangan pajak dilakukan dengan modus yang hampir sama. Tak terkecuali kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).

Pada kasus BCA, KPK telah menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka. Hadi menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.

Busyro mengatakan, modus yang biasa ditemui yakni menihilkan kewajiban pajak suatu perusahaan oleh oknum di Dirjen Pajak. "Lah iya, kasus-kasus seperti ini kan ada kemiripan," katanya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/4/2014).

Busyro mengambil contoh terdekat kasus yang menjerat mantan pegawai Dirjen Pajak, Gayus HP Tambunan. Kata Busyro, modus dalam kasus Gayus mirip dengan modus dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan wajib pajak BCA. "Ada modus yang sama," ujarnya.

Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto mengungkapkan, berdasarkan penuturan terdakwa (sekarang terpidana) kasus mafia pajak, Gayus, ada 3 modus operandi yang biasa dilakukan mafia pajak. Ketiganya yakni membantu proses banding wajib pajak di pengadilan pajak, mengurus penerbitan surat ketetapan pajak untuk wajib pajak, dan mengurus pengajuan sunset policy.

Berdasarkan modus operandi tersebut, terdapat 5 pihak yang diduga terlibat dalam memuluskan modus tersebut. Mereka adalah pegawai pajak, konsultan pajak, panitera dan hakim pada pengadilan pajak, calo pajak, serta pihak wajib pajak. Pada kasus Gayus, nama-nama yang terlibat merupakan atasan Gayus di Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagai PNS Dirjen Pajak Golongan IIIA, Gayus memiliki kekayaan fantastis, mencapai Rp 25 miliar tersimpan di rekeningnya. Itu belum termasuk aset-aset lain seperti rumah, mobil, dan lain-lain. Kekayaan itu disinyalir diperoleh Gayus dari 'kerjaannya' sebagai pengurus wajib pajak.

Sementara dalam kasus keberatan wajib pajak BCA yang ditangani KPK, tersangka Hadi memiliki kekayaan yang juga tergolong fantastis. Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPK, Hadi menyebut dari 25 aset tak bergerak yang dimiliki, sebagian merupakan hibah atau pemberian pihak lain.

Saat ditanyakan apakah KPK akan menelusuri dan mengembangkan kasus Hadi ini ke dugaan tindak pidana pencucian uang, Busyro memastikan hal tersebut sangat terbuka lebar.

"Kami belum masuk ke sana, tapi tidak tertutup kemungkinan kalau ada unsur TPPU-nya kami akan masuk ke sana," ujarnya. (Sunariyah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya