KPK: Tak Ada Nuansa Politik dalam Penangkapan Bupati Bogor

Abraham menegaskan, kasus ini adalah murni dari pengaduan masyarakat yang ditindak lanjuti lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

oleh Widji Ananta diperbarui 09 Mei 2014, 00:34 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2014, 00:34 WIB
KPK Beberkan Bukti Uang Suap Bupati Bogor Senilai Rp.1,5 M
KPK menetapkan Yasin sebagai tersangka setelah melakukan pemeriksaan selama seharian, , Jakarta, Kamis (8/5/2014) (Liputan6.com/Faisal R Syam).

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tidak ada muatan politis dalam penangkapan Bupati Bogor Rachmat Yasin. Penangkapan Rachmat berdasarkan aduan masyarakat dan sesuai koridor hukum.

"Bahwa kasus adalah seperti biasa. Kasus yang dilaporkan masyarakat lewat pengaduan masyarakat. Tidak nuansa politik, karena apa yang dilakukan KPK tetap pada koridor hukum. Pada rel yang sebenarnya," ujar Ketua KPK Abraham Samad di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2014).

Abraham menegaskan, kasus ini adalah murni dari pengaduan masyarakat yang ditindak lanjuti lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Dalam OTT yang dilakukan Rabu 7 Mei, KPK menemukan uang senilai Rp 1,5 miliar. Duit yang ditemukan KPK itu adalah sebuah tahapan akhir pemberian suap. Total uang suap diduga mencapai 4,5 miliar.

KPK menetapkan Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Muhammad Zairin, serta YY selaku pihak swasta dari PT BJA sebagai tersangka berkaitan pemberian rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.

Rahmat Yasin ditetapkan tersangka penerima dan melanggar pasal 12 a dan b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

MZ dikenakan pasal 12 a dan b, atau pasal 5 ayat 2, pasal 11 UU Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sedangkan YY, selaku pemberi dari PT BJA melanggar pasal 5 ayat 1 a dan b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 dan UU No 20 tahun 2001 perubahan UU no 31 tahun 1999 tentang Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya