Bersaksi di PN Tipikor, JK: Kegiatan Deplu Banyak Keuntungannya

Menurut JK, pelaksanaan kegiatan internasional itu secata prosedur diajukan Deplu sebagai pelaksana. Pemerintah hanya menyetujui.

oleh Oscar Ferri diperbarui 04 Jun 2014, 13:48 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2014, 13:48 WIB
Ini Kesaksian JK di Sidang Kasus Bank Century
Jusuf Kalla menjadi saksi untuk terdakwa kasus Bank Century, Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Kamis (8/5/14). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, Sudjadnan Parnohadiningrat yang dulu menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (sekarang Kemenlu) adalah orang yang paling banyak bertanggung jawab terkait pelaksanaan kegiatan atau konferensi internasional di Deplu. Hal itu disampaikan JK dalam sidang kasus dugaan korupsi pelaksanaan kegiatan pertemuan dan sidang internasional selama 2004-2005 dengan terdakwa Sudjadnan.

"Beliau Sekjen Deplu yang banyak bertanggungjawab atas konferensi," ujar JK dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (4/6/2014).

JK menjelaskan, Presiden tidak mengatur tentang tata cara dan teknis pelaksanaan kegiatan tersebut saat itu. Baik itu Presiden Megawati Soekarnoputri maupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Presiden tidak atur tentang tata cara," ucapnya.

Menurut JK, pelaksanaan kegiatan internasional itu secata prosedur diajukan Deplu sebagai pelaksana. Pemerintah dalam hal ini hanya menyetujui.

"Konferensi tentu diajukan Deplu ke pemerintah dan pemerintah setuju," kata JK yang kini maju sebagai cawapres pendamping capres Joko Widodo ini.

JK menerangkan, banyak keuntungan yang didapat Indonesia dari penyelenggaraan kegiatan-kegiatan internasional tersebut. Salah satunya citra Indonesia sebagai negara aman dari ancaman teroris.

"Keuntungannya ada konferensi yang menghasilkan imej Indonesia aman. Ada konferensi yang menghasilkan dana, misal (tentang kegiatan) keamanan sehingga polisi dapat dana. Ada konferensi yang hasilkan dana untuk Aceh (pasca-Tsunami)," jelas JK.

Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) Sudjadnan Parnohadiningrat didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 4,570 miliar dalam pelaksanaan kegiatan 12 pertemuan dan sidang internasional oleh Deplu selama 2004-2005.

Dalam dakwaan disebut rinci, bahwa dari uang Rp 4,570 miliar itu, sebesar Rp 300 juta diambil untuk kepentingan Sudjadnan sendiri. Sisanya, Sudjadnan memberikan untuk memperkaya orang lain, di antaranya Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka sebesar Rp 15 juta, Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Deplu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Deplu Suwartini Wirta sebesar Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Deplu Rp 110 juta.

Tak cuma itu, dalam dakwaan Hassan Wirajuda ikut kecipratan hasil dugaan korupsi yang dilakukan Sudjadnan. Hassan yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Menteri Luar Negeri kebagian dana sebesar Rp 440 juta dari Sudjadnan.

Atas perbuatannya itu, Sudjadnan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Berdasar ketentuan pasal tersebut, Sudjadnan terancam hukuman pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya