Liputan6.com, Jakarta - Mantan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Gatot Supiartono membacakan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam kasus penganiayaan berujung kematian terhadap Holly Angela Hayu.
Dalam nota tersebut, Gatot mengomentari mengenai tuntutan jaksa yang menuntut pidana 4 tahun penjara.
Ia mengaku terkejut dan tak menyangka atas tuntutan tersebut.
"Sehubungan dengan tuntutan penuntut umum 9 Juni 2014 yang lalu, telah membuat saya terkejut, sedih sekaligus tidak dapat menerima," kata Gatot di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Gatot menilai, dakwaan sampai tuntutan hanyalah opini jaksa. Bahkan, ia menuding proses hukum yang kini tengah dijalani adalah rekayasa.
"Bahwa apa yang terjadi sehingga saya didudukan sebagai terdakwa adalah karena sudah bercampurnya antara opini, fakta, dan rekayasa yang sulit dipisahkan lagi," kata Gatot.
Menurut Gatoto, pengabdian selama 35 tahun sebagai abdi negara dengan rentetan prestasi dan nyaris tanpa cacat harus berakhir di penjara. Padahal sepanjang karirnya ia mengaku telah membongkar berbagai kasus korupsi.
"Saya telah berhasil mengungkap banyak kasus korupsi dan mengamankan uang negara triliunan rupiah," ucap Gatot.
Atas prestasi dalam karirnya tersebut, Gatot yakin ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya masih dibutuhkan bangsa untuk menyelamatkan uang negara yang dikorupsi. Mak itu, ia sangat berharap masih dapat melanjutkan karirnya sebagai auditor BPK.
"Oleh karenanya saya berharap diberikan kesempatan untuk dapat terus berbagi pengetahuan dan pengalaman, khususnya masalah audit dan keuangan negara," kata Gatot.
Gatot meminta Majelis Hakim dapat mempertimbangkan secara objektif dan adil sesuai fakta. Khususnya saat nanti memberikan vonis kepada dirinya dengan rasa keadilan.
"Dengan membebaskan saya dari hukuman, dengan mempertimbangkan segala jasa-jasa yang telah saya berikan kepada negara dan kesempatan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman saya," ujar Gatot.
Hukum Jangan Dijadikan Alat
Sementara kuasa hukum Gatot, Alfrian Bondjol mengingatkan agar proses penegakkan hukum kepada kliennya tidak disalahgunakan. Dalam arti tidak untuk menghukum seseorang, melainkan untuk mencari keadilan terhadap seseorang.
"Jangan sampai penegakkan hukum dijadikan alat untuk menghukum seseorang," kata Alfrian usai sidang.
Alfiran melihat proses persidangan, ada ketidaksesuaian dan ketidakterkaitan Gatot terhadap kasus ini. Terutama antara kliennya dengan eksekutor pembunuhan Holly.
"Bahwa sesuai fakta persidangan, terdakwa hanya mengenal 1 dari 5 eksekutor Holly, yakni Surya," ujar dia.
Pun demikian dengan pendapat ahli yang pernah dihadirkan di muka sidang. Menurut Alfiran, ahli IT yang sudah dihadirkan itu seakan mempertanyakan proses penyidikan terkait bukti percakapan.
"Bahwa ahli IT mengatakan sangat mungkin alat komunikasi seperti telepon genggam bisa disabotase dengan mudah," ujar dia.
Atas dasar itu, Alfiran menilai dakwaan jaksa sumir. Karena hanya berdasar asumsi, tanpa bukti. "Tim PH berkesimpulan terdapat banyak kontradiksi antara alat bukti dan saksi yang dihadirkan dipersidangan."
"Sehingga dakwaan JPU sumir dan hanya berdasarkan asumsi," imbuh Alfiran.
Sementara Majelis Hakim menunda sidang sampai Senin 30 Juni pekan depan, dengan agenda tanggapan jaksa atas pledoi Gatot dan penasihat hukum.
Mantan auditor utama BPK Gatot Supiartono dituntut hukuman pidana selama 4 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), terkait kasus dugaan penganiyaan yang mengakibatkan kematian terhadap sitri sirinya, Holly Angela Hayu.
Jaksa menilai Gatot terbukti melanggar Pasal 353 ayat 3 KUHPidana tentang penganiayaan yang menyebabkan orang lain tewas atau penganiayaan berencana juncto Pasal 1 dan 2 KUHPidana.
Energi & Tambang