Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia mengaku, kedatangan ini atas niat pribadi, tanpa menunggu panggilan Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejagung untuk membuka komunikasi terkait kasus dugaan gratifikasi notaris yang mejerat 2 anak buahnya.
2 Anak buahnya itu yakni Nur Ali selaku mantan Kepala Sub Direktorat Badan Hukum dan mantan Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM Lilik Sri Hariyanto.
"Saya datang supaya lebih jelas komunikasinya nggak perlu menunggu panggilan, saya belum dipanggil, belum ada surat pemanggilan. Tapi supaya menunjukkan penghormatan saya pada proses ini, ya saya datang saja dulu," kata Denny di teras Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Senin (29/9/2014).
Denny yang tiba sekitar pukul 13.40 WIB di Kejagung dengan berpakaian safari warna coklat itu, sempat menemui tim penyidik Kejagung. Pertemuan itu hanya berlangsung sekitar 15 menit. Rencananya, pemeriksaan dirinya pada Jumat 3 Oktober pekan ini.
"Tadi kami sepakat pemeriksaan akan dilakukan nanti Jumat (3 Oktober), insya Allah sudah kita atur waktunya," ungkap dia.
Alasan lainnya tidak dilakukan pemeriksaan hari, kata Denny, karena saat ini dirinya sedang diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkaji posisi-posisi hukum terkait UU Pilkada yang akan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tadinya saya mau minta diperiksa hari ini, tapi karena tugas dari presiden jadi insya Allah Jumat (pekan ini), itu yang pertama," ungkap dia.
Denny yang tiba menumpangi mobil Nissan Teana hitam bernopol RI 110 itu nampak tergesa-gesa memasuki ruang penyidik Kejagung. Dia menegaskan, kasus ini terkait kasus gratifikasi, sebab 2 anak buahnya itu diduga menerima uang untuk penempatan notaris.
"Ini sudah bukan berita lagi, saya memperbaiki itu. Ada 2 langkah yang saya lakukan, pertama memperbaiki sistem, sekarang sistemnya notaris itu sudah online. Dua, akhirnya perlu penindakan," tandas Denny.
DPR resmi mengesahkan RUU Pilkada tak langsung atau melalui DPRD pada Jumat 26 September dini hari. Sebanyak 226 anggota DPR yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih setuju pilkada digelar melalui DPRD.
Sementara 135 anggota DPR setuju pilkada langsung. Mereka berasal dari partai politik pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Ada juga 6 anggota Fraksi Partai Demokrat, dan 11 anggota Fraksi Partai Golkar. Fraksi Partai Demokrat yang masuk Koalisi Merah Putih memilih walk out atau meninggalkan rapat paripurna beberapa menit saat RUU Pilkada disahkan.
SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya menyatakan akan mengajukan judicial review UU Pilkada tidak langsung ke MK. SBY juga mengaku telah menyampaikan niat itu kepada Ketua MK Hamdan Zoelva. (Ans)
Advertisement