Kasus BLBI, KPK Panggil Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli

Rizal mengatakan, KPK serius menyelesaikan kasus BLBI tersebut.

oleh Oscar Ferri diperbarui 22 Des 2014, 12:36 WIB
Diterbitkan 22 Des 2014, 12:36 WIB
Rizal Ramli
(Foto: Fiki Ariyanti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Ramli. Pemanggilan ini terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kaitannya dengan kasus BLBI, soal SKL, kayaknya KPK serius mau menyelesaikan kasus ini. Dan lain-lain juga sudah dipanggil," kata Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Rizal belum mau menjelaskan rinci bagaimana kasus korupsi di era Presiden Megawati Soekarnoputri itu terjadi. Dia akan menjalani pemeriksaan lebih dulu di KPK.

"Nanti saya jawab. Saya jelaskan dulu kepada KPK," ujar Rizal.

Saat disinggung soal keterlibatan presiden saat itu dalam kasus yang diduga telah merugikan negara sampai ratusan triliun rupiah itu, Rizal Ramli enggan menjawab. "Wah saya nggak tahu," ujar dia.

Dalam kasus ini, KPK memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi, mantan Menteri Perekonomian, Kwik Kian Gie, mantan Menko Perekenomian Rizal Ramli, dan mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto. 

Inpres SKL BLBI

SKL BLBI dikeluarkan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, posisi presiden dijabat Megawati Soekarnoputri.

Berdasar inpres itu, SKL tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham. Inpres itu dikenal juga dengan inpres tentang release and discharge.

Atas dasar pemberian SKL menurut inpres tersebut, para debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang dalam bentuk tunai--walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS), dan 70 persen sisanya dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Berdasar hal itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung yang menangani perkara tersebut. Dengan SP3, mereka akhirnya bebas dari jeratan hukum. (Mut)

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya