Hastry, Srikandi Forensik AirAsia QZ8501 yang Go International

Tugas Hastry dan kawan-kawan tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan kondisi jenazah yang sudah 80 persen mengalami proses pembusukan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Jan 2015, 06:39 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2015, 06:39 WIB
AKBP Sumy Hastri Purwanti, dokter spesialis forensik Tim DVI
AKBP Sumy Hastri Purwanti, dokter spesialis forensik Tim DVI (Liputan6.com/Oscar Ferri)

Liputan6.com, Pangkalan Bun - Sudah 11 hari Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sumy Hastry Purwanti, dokter spesialis forensik dari Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri bekerja di RSUD Sultan Imanuddin, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Tugasnya mengidentifikasi awal jenazah-jenazah penumpang Pesawat AirAsia QZ8501 yang sudah dievakuasi.

Hastry tak sendiri. Dia bekerja bersama rekan-rekannya. Tugas identifikasi awal itu pun dibagi menjadi 2 tim yang memiliki tugas yang sama. Dia masuk di Tim 1.

"Saya di Tim 1," kata Hastry di Posko Utama Pencarian dan Evakuasi Pesawat AirAsia QZ8501 Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Rabu (7/1/2015).

Tugas Hastry dan kawan-kawan tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan kondisi jenazah yang sudah 80 persen mengalami proses pembusukan. Selain dipastikan sudah relatif tidak utuh, bau menyengat juga keluar dari tubuh jenazah.

Namun dengan segudang pengalamannya, Hastry tentu sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Karena berbagai kondisi jenazah yang pernah ditangani, umumnya memang sulit diidentifikasi.

Hastry punya pengalaman segudang. Berbagai kejadian, kasus, atau bencana alam ia pernah terlibat di dalamnya. Khusus untuk melakukan identifikasi para korban. Sebut saja kasus bom Bali I tahun 2002, bom Hotel JW Marriott 2003, bom di Kedutaan Besar Australia, dan bencana alam tsunami di Aceh tahun 2004, kecelakaan pesawat Mandala Airlines di Medan, Sumut, bom Bali II tahun 2005, dan kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak 2012.

Padahal keterlibatannya pada beberapa kasus atau peristiwa itu dilakukan saat dia masih menempuh pendidikan dokter spesialis forensik di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Sampai ketika dia bertugas sehari-hari di Polda Jawa Tengah sebagai Kepala Sub Bidang Kedokteran Polisi.

Dalam melaksanakan tugasnya itu, Hastry tak memedulikan gendernya sebagai perempuan. Bagi dia, tak masalah seorang dokter spesialis forensik itu laki-laki atau perempuan. Sebab, siapapun boleh dan bisa menjadi seorang spesialis forensik atau keahlian khusus lainnya dalam identifikasi jenazah. Meski, dalam proses pencarian dan evakuasi AirAsia QZ8501 ini, dia menjadi satu-satunya Dokter Spesialis Forensik dari DVI Polri yang turut terlibat.

Go International>>>

Go International

Go International

Keahlian Hastry sebagai spesialis forensik ini juga yang membuatnya naik ke panggung internasional. Contohnya saat dia diminta untuk turun tangan melakukan identifikasi korban kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH17 di perbatasan Rusia dan Ukraina tahun lalu. Saat itu, ia diminta langsung ke Belanda untuk proses identifikasi korban.

"Kebetulan kan kerja di kepolisian dan memiliki keahlian, jadinya sering diminta bantuan kalau ada kejadian di dalam dan luar negeri," ujar Hastry.

Hastry mengungkapkan, profesinya ini merupakan sesuatu yang menantang dalam hidupnya. Berhadapan dengan kasus atau peristiwa, keberadaan seseorang seperti Hastry menjadi penting dan begitu berarti. Karena dari tugas merekalah, bagian-bagian dari alur sebuah kasus atau peristiwa bisa terungkap lebih utuh.

Karenanya, ketika dia atau rekan-rekannya berhasil mengidentifikasi jenazah dan membantu menganalisis penyebab kematian, maka kepuasan yang tak terbantahkan ia dapati. Tak peduli, jenazah itu laki-laki atau perempuan. Masih utuh atau sudah tidak utuh. Pengungkapan akan sebuah kebenaran dari satu rangkaian peristiwa akan membuatnya puas.

"Saya ini tidak mikir mau perempuan atau laki-laki. Yang jelas, begitu pertama kali kerja dan ke lokasi, kemudian kasus terungkap, itu senang banget," kata Hastry.

Lebih dari semua itu, ada sesuatu yang lebih menyita emosi Hastry dalam melakukan identifikasi-identifikasi selama ini. Yakni, keluarga korban dari jenazah yang diidentifikasinya. Sebab, akan ada sebuah tekanan mental, tatkala jenazah itu tidak berhasil didientifikasi. Mengingat, keluarga korban dengan harap-harap cemas menunggu akan suatu kepastian dari jenazah yang ditangani Hastry cs.

"Kasihan kalau tidak teridentifikasi. Karena itu jadi beban buat kami juga. Makanya kami berharap proses identifikasi (AirAsia QZ8501) ini bisa cepat selesai dan segera disemayamkan," demikian Hastry. (Riz/Sss)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya