Jumat yang Tidak Keramat di KPK

Calon kapolri mangkir dalam pemeriksaan pertamanya di KPK. Istana imbau Budi Gunawan ikuti proses hukum.

oleh Oscar FerriMoch Harun Syah diperbarui 31 Jan 2015, 00:29 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2015, 00:29 WIB
Komentar Budi Gunawan Usai Ditetapkan sebagai Tersangka
Komjen Pol Budi Gunawan (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Buyar sudah harapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. Sebab hingga sore hari, calon tunggal kepala Polri itu tidak menampakkan batang hidungnya di Gedung KPK. Padahal hari itu, Jumat 30 Januari 2015, merupakan jadwal pemeriksaannya setelah 13 Januari 2015 lalu KPK menetapkannya sebagai tersangka.

KPK menetapkan Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Diduga hal itu dilakukan mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri tersebut saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.

Meski sebelumnya banyak yang berharap BG muncul di KPK, namun sang pengacara, Rizman Arif Nasution, jauh-jauh waktu sudah mengungkapkan kemungkinan ketidakhadiran kliennya dalam pemeriksaan.

"Sepertinya belum (akan datang)," kata Razman saat dihubungi, Kamis 29 Januari 2015 malam. Razman mengatakan, pihaknya belum menerima surat‎ panggilan dari KPK. Justru dia mengetahui panggilan pemeriksaan itu dari media, bahwa KPK akan memeriksa Budi Gunawan pada Jumat keramat. "Saya ada info seperti itu dari media," ucap Razman.

Pada Jumat pagi, Razman menegaskan, kliennya menolak panggilan penyidik KPK. Menurut Razman, ada 3 alasan mengapa BG menolak diperiksa. Pertama, semenjak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, BG mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan tersangka itu.

"Pak BG belum dapat surat pemberitahuan resmi sebagai tersangka dari KPK. Kita mau surat resmi ya, bukan dari surat kabar atau media sosial," kata Razman di Jakarta.

Kedua, lanjut dia, pihak Budi protes terhadap mekanisme penyerahan surat pemanggilan oleh KPK. Sebab, surat pemanggilan tersebut hanya ditaruh begitu saja di kediaman BG tanpa tanda terima.

"Surat itu siapa yang mengirim, siapa yang menerima, tidak jelas. Bisa dibilang surat itu tiba-tiba ada di rumah dinas Budi di Jalan Tirtayasa 28. Tanpa tanda terima pula," ujar Razman.

Pada surat berlambang KPK itu, ungkap dia, memang tertera pemanggilan atas nama Budi Gunawan. Namun, ada beberapa bagian yang tidak diisi, yakni tanggal pengiriman surat, siapa yang menerima dan siapa yang menyerahkan. Surat itu hanya ditandatangani Kepala Satgas Penyidik atas nama Budi A Nugroho.

Alasan ketiga, pemanggilan itu dianggap mengangkangi proses praperadilan yang tengah ditempuh BG di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rencananya, sidang praperadilan itu akan digelar pada Senin 2 Februari 2015.

"Tolong KPK hormati proses praperadilan kita dong. Jangan tiba-tiba main panggil saja," cetus Razman. Dia menegaskan, pihaknya akan taat pada proses hukum. Namun, harus sesuai prosedur dan memenuhi etika. Pemanggilan kliennya adalah persoalan serius sehingga proses pemeriksaannya pun harus sesuai aturan dan etika.

"Kalau ini, bagaimana mau datang jika surat pemberitahuan tersangka saja tidak ada. Bagaimana mau datang kalau surat panggilan tidak jelas. Kami tidak menghindar, kami taat konstitusi," ucap Razman.

Bersiap Dilantik Jadi Kapolri

Dia mengungkapkan, saat ini kondisi kliennya dalam keadaan sehat wal afiat. Bahkan, kata Razman, Budi tengah konsentrasi melihat masalah yang menjeratnya. Budi juga tengah bersiap jika sewaktu-waktu Presiden Jokowi melantiknya sebagai kapolri.

"Ada yang bilang BG sakit. Beliau sehat, nggak ada masalah," ucap Razman. "Beliau menyampaikan, saya (BG) masih konsentrasi menghadapi kasus yang ditimpakan kepada saya, saya (BG) juga konsentrasi jika sewaktu-waktu misalnya Pak Presiden melantik jadi kapolri. Beliau bersiap untuk itu," imbuh Razman.

Meski sehat, tapi Razman mengatakan, kliennya sangat galau mengetahui rekomendasi Tim Independen atau Tim 9 yang meminta Presiden Jokowi tidak melantik Budi Gunawan sebagai kapolri untuk menggantikan Jenderal Polisi Sutarman.

Menurut Razman, BG menyebut tim yang dipimpin Syafii Maarif itu tidak fair. Apalagi sampai saat ini, Tim 9 belum sama sekali mendatanginya.

"Tentu beliau kecewa. Pak BG belum didatangi. Bagaimana mau didatangi, kan SK Tim Independen yang dibentuk Jokowi itu, setahu saya ya sampai hari ini belum ada," kata Razman di Mabes Polri.

Kuasa Hukum Budi Gunawan itu menekankan, harusnya Tim 9 lebih dulu bertemu kliennya. "Ini yang paling serius. KPK super cepat, dan Polri super cepat tetapkan tersangka. Kenyataannya, Tim Independen jauh lebih super cepat," tambah Razman.

Razman mengkritik Tim 9 yang dinilainya tidak jelas. Tim Independen, ujar dia, harusnya diisi oleh orang-orang yang tidak terkooptasi dan tidak menyampaikan statemen sebelum menjadi anggota atau sebelum ada putusan dari tim.

"Misal Pak Oegro (Oegroseno). Pak Oegro sebelum beliau menjadi Tim Independen, dia itu sudah bicara situasi yang berkembang, bahwa seolah-olah ada yang tak lazim dalam pengangkatan kapolri. Pak Oegro sudah bicara miring," terang Razman.

Dari dasar itulah, Razman menilai Tim Independen ini tidak independen. "Kemudian Jimly (Jimly Asshiddiqie), dia ketua DKPP. Paling aneh lagi, sebelum keluar putusan Tim Independen kemarin, sudah ada yang menyatakan imbauan untuk undurkan diri. Inikan organisasi yang dibentuk tidak main-main. Jadi sebelum ada putusan tim sudah ada orang yang berbicara. Ini apa?" tutup Razman.

KPK sendiri sebelumnya yakin BG akan hadir dalam pemeriksaan perdananya. Sebab, kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pemeriksaan ini akan menjadi kesempatan emas bagi BG menjelaskan segala alibi yang ada pada dirinya.

"Inilah kesempatan emas bagi BG menunjukan bukti-bukti otentik miliknya guna mengcounter seluruh sangkaan seperti tersebut dalam sprindik (surat perintah penyidikan). Bukankah di depan fit and proper di DPR hal itu sudah dilakukannya?" kata Bambang.

Dia juga yakin BG akan hadir dalam pemeriksaan, karena BG dinilai sebagai penegak hukum sejati. Di mana Budi akan menunjukkan sosok profesionalitasnya karena patuh pada hukum. KPK pun berharap, Budi menjadi teladan bagi‎ penegak hukum lainnya.

"Kehormatan penegak hukum terletak pada kemauan dan kemampuannya untuk menghormati hukum yang ditujukan bagi kemaslahatan publik," ujar Bambang.

Imbauan Istana



Tapi Jumat Keramat ternyata tidak terjadi. Terkait ketidakhadiran BG, penyidik KPK mengatakan akan menelaah alasan yang disampaikan pihak Budi.

"Alasan atau cara yang dilakukan untuk mengonfirmasi ketidakhadiran BG ini sedang dipertimbangkan penyidik, apakah tergolong patut atau tidak," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK.

Menurut Priharsa, jika penyidik menyatakan konfirmasi ketidakhadiran BG tergolong tidak patut, pihaknya akan melayangkan surat panggilan kedua. Sebaliknya, jika dinyatakan patut, KPK akan melayangkan panggilan ulang.

Priharsa menjelaskan, secara hukum tidak ada alasan bagi seorang saksi untuk tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan masih menunggu proses praperadilan. Disebutkan Priharsa, KPK sudah mengirim surat panggilan untuk BG ke 4 lokasi sekaligus.‎ Selain ke Kantor Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) di mana Budi berkantor saat ini, KPK juga mengirim surat panggilan ke Mabes Polri, rumah dinas, dan rumah pribadi Budi.

Semua surat panggilan tersebut diterima oleh pihak Budi dengan ditandai tanda terima. Hal ini disampaikan Priharsa sekaligus membantah pernyataan kuasa hukum Budi Gunawan, Razman yang menyebut tidak ada yang menerima surat panggilan KPK. "Ada tanda terimanya," kata Priharsa.

Melihat perkembangan yang terjadi Istana Presiden angkat suara. Melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, pemerintah mengimbau agar BG mengikuti proses hukum yang benar dengan memenuhi panggilan KPK.

"Imbauannya, mengikuti proses hukum yang seharusnya berjalan," kata Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta. Meski begitu, kata Andi, Istana tetap menghormati langkah hukum BG yang menolak diperiksa.

"Ada hak dari individual untuk melakukan beberapa proses hukum terkait dengan pemanggilan seperti ini. Kuasa hukumnya adalah yang kemudian memberikan pertimbangan hukum kepada Pak Budi Gunawan. Dan itu bagian dari proses hukum yang dihormati oleh istana," ujar Andi.

Budi Gunawan sebelumnya ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.

Karena mangkir dalam pemeriksaan pertamanya, KPK akan memanggil kembali Budi Gunawan pekan depan. (Sun/Riz)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya