Liputan6.com, Denpasar - Hari menjelang malam. Cahaya matahari telah redup. Namun tangan terampil sekumpulan anak muda terus menggores kertas karton berwarna merah. Sesekali mereka bersenda gurau. Namun, konsentrasi mereka tak buyar.
Esok harinya, Sabtu 23 Mei 2015, kala hari beranjak siang, sekumpulan anak-anak muda itu berkerumun di samping Kantor Pemadam Kebakaran Renon. Mereka mengenakan kaos seragam putih bertuliskan "Bali Tolak Reklamasi", dengan simbol tangan kiri terkepal.
Kala matahari tepat di atas kepala, seorang pria berperawakan tegap di atas mobil komando menginstruksikan kepada rekannya untuk berbaris rapi. Rambutnya ikal panjang. Suaranya lantang.
"Tolak reklamasi berkedok revitalisasi Teluk Benoa," teriak Gendo, pemilik rambut ikal bernama lengkap I Wayan Suardana itu saat berdiri di mobil komando, Denpasar.
Siang itu, ribuan anak muda yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) tengah berunjuk rasa. Meski keringat bercucuran, Gendo tak henti-henti memaparkan tekad mereka menolak reklamasi Teluk Benoa yang digagas PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).
Meski tak ada tanggapan dari Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, mereka tetap berkerumun di depan kantor orang nomor satu di Pulau Dewata itu. Keyakinan mereka cuma satu: menolak keras proyek bernilai Rp 30 triliun itu di kawasan yang dianggap suci, Teluk Benoa.
Reklamasi pada dasarnya adalah proses pembuatan daratan baru di lahan yang tadinya tertutup air, seperti bantaran sungai atau pesisir. Reklamasi Teluk Benoa, pada pokoknya mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa, dari kawasan konservasi menjadi zona budi daya.
Teluk Benoa terletak di sisi tenggara Pulau Bali, tepatnya di Pulau Pudut. Reklamasi ini rencananya seluas 700 hektare, dengan izin pengelolaan PT TWBI selama 30 tahun, dan pembangunan berbagai objek wisata di atasnya.
Advertisement
Merusak Alam
Merusak Alam
Gendo dan kawan-kawan meyakini ada 13 alasan menolak proyek prestisius tersebut. Pertama, proyek tersebut diyakini menyebabkan hilangnya fungsi konservasi. "Kerusakan fungsi dan nilai konservasi adalah ancaman kerusakan keanekaragaman hayati di kawasan pesisir," kata Gendo kepada Liputan6.com Minggu pagi.
Alasan kedua, reklamasi akan menyebabkan berkurangnya fungsi Teluk Benoa sebagai reservoir atau tampungan banjir. Ketiga, reklamasi dengan membuat pulau baru, menimbulkan kerentanan bencana, baik tsunami maupun liquifaksi atau hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat faktor getaran.
"Pulau baru akan lebih labil dan memperpadat lokasi, hal yang justru bertentangan dengan prinsip adaptasi terhadap bencana," ulas dia.
Keempat, peningkatan kepadatan dan sedimentasi di habitat terumbu karang dapat mematikan polip karang, dan merusak terumbu karang di kawasan sekitarnya. "Reklamasi juga akan mengurangi daya lenting kawasan teluk, sebagai jejaring keanekaragaman hayati. Khususnya koneksitas kawasan segitiga emas," jelas dia.
Kelima, kata Gendo, reklamasi menyebabkan perubahan kondisi perairan seperti salinitas, temperatur, dan masukan nutrisi tanah yang terbatas dari luar teluk. Termasuk menyebabkan pola perpindahan sedimen.
Keenam, reklamasi semakin mengancam dan memperparah abrasi pantai. Serta ada beberapa alasan lain yang berakibat bencana ekologis. "Itu jika reklamasi Teluk Benoa tetap dipaksakan," kata dia.
Advertisement
Mencegah Tsunami
Mencegah Tsunami
Gubernur Bali I Made Mangku Pastika punya pendapat berbeda. Ia menuturkan, tujuan pemanfaatan kawasan Teluk Benoa antara lain untuk mengurangi dampak bencana alam dan iklim global. Serta menangani kerusakan pantai pesisir.
Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa, kata Made, juga untuk meningkatkan daya saing dalam bidang destinasi wisata dengan menciptakan ikon pariwisata baru. Juga menerapkan konsep green development sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya bahaya tsunami.
"Reklamasi ini akan menambah luas lahan dan luas hutan bagi Pulau Bali, yang tentu sangat prospektif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Bali, apabila dikelola dengan tepat, arif dan bijak," kata Pastika pada kesempatan berbeda.
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang revitalisasi Teluk Benoa menjadi angin segar bagi PT TWBI, untuk menginvestasikan modalnya di kawasan yang dianggap suci bagi umat Hindu Bali tersebut.
Direktur Utama PT TWBI Heru B Wasesa mengatakan, reklamasi Teluk Benoa merupakan langkah tepat untuk lebih mempersiapkan Bali menjadi tetap sebagai primadona tujuan wisata dunia.
Reklamasi seluas 700 hektare tersebut, bagian dari pengembangan pariwisata yang bernuansa blue aquatourism and green agrotourism seperti di Teluk Karibia. Setidaknya, ada 10 alasan yang diajukan Heru sebagai keuntungan reklamasi Teluk Benoa.
Pertama, menurut Heru, menciptakan destinasi wisata batu. Kedua, menambah 1 sampai 2 juta wisatawan. Ketiga, menambah ruang terbuka hijau. Keempat, terciptanya lapangan kerja baru hingga 250 ribu. Kelima, meningkatkan pendapatan perkapita USD 1.000 hingga USD 5.000.
Keenam, kembalinya luasan Pulau Pudut sebagai pulau adat dan budaya. Ketujuh, menaikkan kelas dan kualitas wisata Bali. Kedelapan, tambahan PPN negara dan daerah minimal Rp 3 triliun. "Kesembilan, ini selaras dengan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), fokus pada green development. Terakhir, mitigasi bencana dan melestarikan mangrove," papar Heru.
Heru mengklaim telah mengeluarkan dana sebesar Rp 1 triliun untuk segala persiapan reklamasi meski pembangunan belum dimulai. Dua tahun rencana reklamasi Teluk Benoa berjalan. Dua tahun pula demonstrasi penolakan terus digulirkan oleh para pemuda Bali.
Belakangan, kelompok pro reklamasi Teluk Benoa juga melakukan gerakan turun ke jalan. Jika kelompok kontra meminta rencana reklamasi dihentikan, sebaliknya, mereka meminta agar reklamasi segera direalisasikan.
Kini, rencana reklamasi Teluk Benoa tengah memasuki kajian Amdal. PT TWBI akan menyulap Teluk Benoa menjadi emas bernilai tinggi.
Bandara Apung
Bandara Apung
Di saat gencar penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, reklamasi laut seluas 1.400 hektare di Buleleng, Bali Utara, sudah siap dilakukan tahun depan. Bahkan, perusahaan asal Kanada sudah siap membangun bandara di tengah laut itu.
Made Mangku, mewakili pihak investor itu mengatakan, bila pihak berwenang mendukung, tidak kecil kemungkinan bandara terapung itu akan dibangun tahun depan.
"Jika semua mendukung, tahun depan bandara terapung di Bali Utara sudah bisa dibangun," kata Mangku saat ditemui Liputan6.com.
Untuk menuju bandara apung dari pantai, dapat ditempuh sekitar 1 kilometer. Tentu saja akan ada tahap pembangunan untuk bandara mengapung itu nanti. "Di tahap pertama untuk landasan pacu, kita butuh lahan 300 hektare untuk direklamasi," terang Mangku.
Pada tahap ke-2, akan dibangun 2 line landasan pacu dibutuhkan lahan seluas 900 hektare. Sedangkan 200 hektare dibutuhkan untuk penambahan airport city. "Jadi total yang dibutuhkan untuk landasan pacu dan airport city adalah 1.400 hektare," imbuh dia.
Menurut Mangku, masih dibutuhkan lahan sekitar 100 hektare di darat untuk airport city. Untuk kebutuhan lahan darat tidak akan membebaskan lahan warga yang digunakan. "Saya jamin untuk darat tidak akan membebaskan lahan produktif. Sudah disiapkan dana Rp 30 triliun untuk pembangunan tahap awal," papar Mangku.
Mangku menambahkan, perusahaannya nanti mempunyai hak penuh mengelola bandara itu selama 50 tahun. Bahkan, dapat memperpanjang kontrak hingga 50 tahun berikutnya.
Rencana reklamasi itu menuai pro dan kontra. Pihak yang mendukung berargumentasi kondisi di wilayah perairan tersebut sudah terancam akibat perubahan iklim global.
Kata mereka, tujuan reklamasi kawasan Teluk Benoa, antara lain mengurangi dampak bencana alam dan dampak iklim global, serta menangani kerusakan pantai pesisir Pulau Dewata. (Rmn/Yus)
Advertisement