Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menyampaikan masukan dalam proses revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) apabila telah menerima materi resminya dari DPR RI.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan revisi UU ASN merupakan inisiatif legislatif dan pihaknya masih menunggu penyerahan dokumen resmi sebelum menentukan sikap atau usulan.
Advertisement
"Kalau tidak salah, itu inisiatif DPR ya. Saya belum tahu materinya apa," kata Rini, seperti dilansir Antara.
Advertisement
Mengenai kemungkinan usulan yang disiapkan kementerian, seperti penyelesaian tenaga honorer, pola rekrutmen ASN, atau sistem kerja yang lebih fleksibel, Rini menyatakan pihaknya akan menyesuaikan dengan materi yang diterima secara formal dari DPR.
"Tergantung materinya. Tentunya nanti kami pun akan memberikan masukan, jika sudah kami terima dengan resmi," ujarnya.
Â
Inisiasi DPR
DPR RI sedang menginisiasi revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Di dalamnya, presiden akan diberikan kewenangan mengangkat, memindahkan, sampai memberhentikan pejabat tinggi dari tingkat pusat hingga pemerintah daerah.
Atas rancangan undang-undang (RUU) prioritas DPR RI ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin pun memberikan beberapa catatan, salah satunya soal desentralisasi yang sudah sejak lama menjadi semangat Indonesia.
"Memang kalau secara administrasi pemerintahan, semua itu, terutama urusan pemerintahan umum, presiden sebagai kepala pemerintahan, wewenang itu pada mulanya pada dasarnya ada di presiden," jelasnya di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (17/4), seperti dilansir Antara.
"Tapi, karena negara kita negara kesatuan yang disentralisasikan, yang menghadirkan daerah otonom kita punya asas otonomi maka kewenangan itu didelegasikan (ke kepala daerah)," imbuhnya.
Ia mengatakan rencana penambahan kewenangan presiden tersebut tidak sesuai dengan desentralisasi atau otonomi daerah.
Arse belum menjelaskan kapan Komisi II DPR akan mulai menggodok RUU ASN. Draf RUU tersebut masih disempurnakan oleh Badan Keahlian DPR RI.
Apabila revisi ini disahkan, presiden akan memiliki kendali langsung terhadap dua kategori jabatan berikut, yaitu:
1. Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Saat ini sudah jadi kewenangan Presiden) yang meliputi:
2. Direktur Jenderal (Dirjen) di kementerian, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekda Provinsi)
3. Inspektur Jenderal (Irjen)
4. Deputi di lembaga non-kementerian (seperti di BKN, KemenPANRB)
5. Staf ahli menteri
6. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (revisi UU)
7. Kepala Dinas di provinsi maupun kabupaten/kota (Kadis Pendidikan, Kesehatan, PU, dan lain-lain)
8. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota (Sekda Kab/Kota)
9. Kepala Biro di kementerian
10. Direktur di bawah Dirjen
Meski begitu, tidak semua jabatan ASN bisa diintervensi langsung oleh presiden. Beberapa tetap menjadi tanggung jawab menteri atau kepala daerah, seperti jabatan administrator meliputi kepala bagian, camat, dan kepala bidang. Lalu, jabatan pengawas, seperti kasubag, lurah, pengawas teknis, dan jabatan fungsional seperti guru, dokter, auditor, penyuluh, peneliti, dan arsiparis.
Â
Advertisement
Jangan Sampai Revisi UU ASN Jadi Alasan Komisi II Tak Bahas RUU Pemilu
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengatakan jangan sampai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi alasan bagi komisinya untuk tidak membahas RUU Pemilu atau yang diwacanakan menjadi Omnibus Law Politik.
Ia mengatakan RUU ASN memang sudah direncanakan akan dibahas Komisi II DPR. Namun, ia menilai bahwa tidak ada urgensi bagi DPR segera membahas RUU tersebut karena UU ASN sebelumnya sudah diubah dan disahkan pada tahun 2023.
"Kalau mengenai Undang-Undang ASN, ya baru pertama kita mendengarkan rencana dari tim keahlian, badan keahlian. Untuk draf-draf Undang-Undang ASN nanti kita lihat lagi," kata Aria Bima di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Namun, ia mengatakan bahwa Komisi II DPR akan memprioritaskan RUU Pemilu untuk segera dibahas di komisinya.
Menurut Aria, komisi yang membidangi urusan pemerintahan dan politik dalam negeri itu sudah mengundang berbagai pihak untuk meminta aspirasi terkait evaluasi penyelenggaraan pemilu. Pihak-pihak yang sudah diundang itu, di antaranya pengamat, akademisi, hingga organisasi nonpemerintah.
Memasuki masa sidang yang baru, Komisi II DPR RI juga akan kembali mengundang berbagai pihak terkait evaluasi pemilu, mulai dari akademisi dari Universitas Gadjah Mada hingga peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
"Kita undang sebagai narasumber untuk evaluasi pemilu, yang gunanya untuk dibahas dalam pembahasan Undang-Undang Pemilu," katanya.
