4 Alasan Yusril Sebut Kejati Mengada-ada Jadikan Dahlan Tersangka

Dahlan Iskan disangka memperoleh pembayaran uang muka dan termin pertama meski belum melaksanakan pekerjaan.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 28 Jul 2015, 15:15 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2015, 15:15 WIB
20150728-Sidang Praperadilan Dahlan Iskan-Jakarta- Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan pers usai menghadiri sidang pra peradilan Dahlan Iskan, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Yusril mengatakan, dalil yang dipakai Kejati tidak beralasan dan tidak berdasar hukum yang berlaku. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra selaku pengacara Dahlan Iskan menyebut Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengada-ada dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Induk PLN.

Dahlan disangka memperoleh pembayaran uang muka dan termin pertama meski belum melaksanakan pekerjaan. Dari hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta telah ada kerugian negara sebesar lebih dari Rp. 33,2 miliar untuk pekerjaan pembangunan Gardu Induk 150 KV Jatirangon 2 dan Gardu Induk 10 KV Jatiluhur Baru.

Yusril pun punya 4 alasan menyebut Kejati DKI Jakarta mengada-ada memberikan dalil bahwa kliennya sebagai Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) telah memperkaya atau menguntungkan orang lain. Berikut ini daftarnya:

1. Termohon mengabaikan fakta adanya Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 yang mengangkat pemohon sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhitung sejak tanggal 20 Oktober 2011.

2. Termohon mengabaikan fakta adanya Keputusan Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 2724 K/73/MEM/2011 tanggal 26 Oktober 2011 tentang Penggantian Pejabat. Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang terhitung sejak tanggal 26 Oktober 2011 memberhentikan pemohon dari jabatannya sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran/barang (KPA/KPB).

3. Termohon mengabaikan fakta bahwa pemohon sudah tidak menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA/KPB) saat ditandatanganinya seluruh perjanjian (Kontrak) pembangunan Gardu Induk pada Satuan Kerja Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun Anggaran 2011-2013 (Multi Years) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) dengan Penyedia Barang/Jasa, antara lain Perjanjian Nomor: 153.PJ/133/UIP JBB/2011 tanggal 14 Desember 2011.

4. Termohon mengabaikan ketentuan Pasal 10 ayat 1 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang berbunyi: "BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara".

Mengerikan

Kejati DKI Jakarta bersikukuh pada pendiriannya untuk tidak menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penetapan tersangka masuk sebagai objek praperadilan dalam kasus dugaan korupsi Dahlan Iskan. Hal itu pun bertentangan dengan tim pengacara Dahlan yang diwakili Yusril Ihza Mahendra.

"MK diberikan kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Praktiknya, MK itu tidak hanya menyatakan undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak bertentangan," ujar Yusril.

Yusril juga menjelaskan bahwa putusan MK terkait hal tersebut dapat memperluas kewenangan praperadilan ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka dengan tanpa prosedur yang tepat. Yusril merasa setiap orang dapat dijadikan tersangka jika tidak ada prosedur yang tepat, dan tidak dapat menguji prosedur tersebut melalui praperadilan jika tidak mengikuti putusan MK.

"Lalu bagaimana orang itu harus membela diri ketika penyidik semau-maunya menetapkan orang sebagai tersangka? Jangan sampai dengan bukti kwitansi yang dibeli di warung dan nominalnya diisi sendiri, ditandatangani sendiri, bisa jadi bukti seseorang ditetapkan tersangka. Ini mengerikan," tegas mantan Menteri Kehakiman dan HAM itu.

Yusril menanggapi positif putusan MK yang menyatakan bahwa penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan. Dengan putusan tersebut, penegak hukum tidak dapat sewenang-wenang dalam menetapkan orang sebagai tersangka. (Cho/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya