Kejati DKI Jakarta Tolak Seluruh Jawaban Dahlan Iskan

Kejati DKI Jakarta meminta dalam pokok permohonan dupliknya, untuk menyatakan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka sah.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 29 Jul 2015, 13:10 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2015, 13:10 WIB
20150728-Sidang Praperadilan Dahlan Iskan-Jakarta- Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra saat diwawancarai usai menghadiri sidang pra peradilan Dahlan Iskan, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Yusril mengatakan, dalil yang dipakai Kejati tidak beralasan dan tidak berdasar hukum yang berlaku. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai Termohon menolak seluruh replik atau jawaban Dahlan Iskan selaku Pemohon praperadilan. Penolakan tersebut disampaikan Kejati DKI Jakarta dalam duplik atau jawaban atas replik saat sidang ketiga praperadilan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Bahwa Termohon menolak seluruh dalil replik Pemohon yang terurai dalam pokok permohonan," tegas salah satu tim hukum Kejati DKI Jakarta saat membacakan dupliknya di hadapan hakim tunggal Lendriaty Janis di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (29/7/2015).

Pada replik yang sebelumnya disampaikan oleh tim pengacara Dahlan Iskan yaitu Yusril Ihza Mahendra, mereka bersikukuh pada permohonan praperadilannya, yaitu penetapan tersangka atas kliennya dalam dugaan kasus korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Induk PLN adalah tidak sah.

"Menyatakan surat perintah penyidikan nomor : Prin-752/O.1/Fd.1/06/2015 tanggal 5 Junir 2015 untuk melakukan penyidikan perkara atas nama tersangka Dahlan Iskan adalah sah dan berkekuatan hukum," tegas pihak Kejati DKI Jakarta.

Dalam pokok permohonan dupliknya, Kejati DKI Jakarta menyatakan, terdapat kekeliruan Pemohon terhadap proses penyidikan yang menyatakan bukti-bukti yang diperoleh dalam pengembangan penyidikan tidak dapat dijadikan sebagai bukti untuk tersangka lain.

"Dalam satu perkara pidana yang pelakunya lebih dari 1 orang, di mana satu sama lainnya menjadi penyebab terjadinya tindak pidana, maka bukti-bukti yang diperoleh juga digunakan untuk membuktikan perbuatan pelaku-pelaku lainnya," lanjut pihak Kejati DKI Jakarta.

Sebelumnya pihak Yusril juga menyampaikan, penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur dalam KUHAP di mana perlu menyertai minimal 2 alat bukti. Namun pernyataan dengan landasan hukum itu pun dibantah oleh Kejati DKI Jakarta.

"Bahwa di samping itu, atas bukti-bukti yang diperoleh, yang dengan bukti itu menggambarkan perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku lainnya, dapat pula digunakan untuk menetapkan pelaku lain," jelas pihak Termohon.

Dari beberapa uraian di atas, Kejati DKI Jakarta selaku Termohon meminta dalam pokok permohonan dupliknya untuk menyatakan penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka adalah sah.

Kejati DKI Jakarta juga menyatakan, dalam pokok permohonan dupliknya bahwa segala tindakan penyidik dalam melaksanakan penyidikan kasus Dahlan Iskan adalah sah.

Sidang berlangsung cukup singkat hanya sekitar 1 jam sejak dimulai pukul 10.00 WIB. Seusai menyatakan duplik dari Kejati DKI Jakarta, baik Termohon maupun Pemohon menyerahkan bukti surat kepada hakim tunggal Lendriaty Janis.

Dahlan Iskan menggugat penetapan tersangka yang dijeratkan padanya oleh Kejati DKI Jakarta. Dahlan ditetapkan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta atas kasus dugaan korupsi pembangunan Gardu Induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013 dengan total anggaran lebih dari Rp 1 triliun.

Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati DKI Jakarta pada 6 Juni silam karena diduga melakukan korupsi dalam proyek pembangunan 21 Gardu Induk. Saat itu ia menduduki posisi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara atas kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 33 miliar.

Kejati DKI Jakarta menjerat Dahlan sebagai tersangka karena diduga telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Mvi/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya