Liputan6.com, Bekasi - Dugaan tewasnya Evan Cristoper Situmorang, siswa kelas 13 SMP Flora, usai mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolah itu menjadi perhatian serius pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Daryanto, mengaku sangat prihatin dan berduka dengan peristiwa yang dialami oleh Evan.
"Kami dan seluruh staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan turut berdukacita atas wafatnya Evan, siswa SMP Flora," ucap Daryanto kepada Liputan6.com di rumah duka di Perum PUP Sektor V, Blok G 7 No 12 B, Desa Bahagia, Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu 1 Agustus 2015 malam.
Daryanto mengatakan, perbuatan pihak SMP Flora tidak sesuai dengan surat edaran yang diberikan pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Dikbud No 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru.
"Kegiatan MOS enggak disusun rapi oleh kakak kelas dan pengawasan sekolah juga kurang. Sehingga, perlakuan senior terhadap adik kelasnya di luar batas," kata Daryanto
Menurut Daryanto, pihak sekolah mengetahui kegiatan cinta lingkungan itu. Mereka berpendapat, tidak ada kesalahan dalam kegiatan itu karena diikuti oleh siswa lainnya.
Daryanto menduga, saat kegiatan tersebut kesehatan Evan sedang tidak baik, sehingga siswa tersebut drop usai mengikuti MOS.
"Pemerintah akan terus menyoroti kasus ini. Hasil evaluasi dari kunjungan ini akan disampaikan ke Kepala Dinas setempat karena otoritasnya ada di beliau. Sehingga tindakan seperti pembinaan akan dilakukan oleh Dinas Pendidikan," kata Daryanto.
Evan Diduga Kelelahan
Suasana duka masih menyelimuti keluarga Evan Cristofer Situmorang (12), pelajar kelas 3 SMP Flora yang diduga meninggal dunia akibat mengikuti kegiatan MOS.
Pantauan Liputan6.com hingga Minggu dini hari tadi, sejumlah kerabat dan para tetangga berkumpul di rumah pasangan Jossey F Situmorang (44) dan Ratna Gumaroah (43), orangtua Evan di Perumahan PUP Sektor V, Blok G 7 No. 12 B, Babelan, Kabupaten Bekasi.
Ibunda Evan mengaku, sebelum meninggal dunia, anak kesayangannya itu mengalami sakit di bagian kaki dan betisnya. Kedua bagian tubuhnya itu telah membiru dan sakit usai mengikuti kegiatan yang dirancang oleh pihak sekolah.
Dia mengatakan, pada akhir kegiatan MOS pada Kamis 9 Juli 2015 pagi, seluruh siswa baru diwajibkan untuk berjalan kaki sejauh 4 km. Dengan dalih memperdalam ilmu cinta lingkungan, mereka diminta berjalan kaki dari sekolah ke Perumahan Puri PUP hingga SPBU Pondok Ungu Permai (PUP). Setibanya di pom bensin itu, mereka diwajibkan kembali lagi ke sekolah dengan berjalan kaki.
"Apabila dihitung jaraknya, kurang lebih 4 km itu rutenya," ujar Ratna.
Ratna melanjutkan, sepulangnya Evan dari sekolah ia mengeluhkan sakit di bagian betis dan kakinya. Ratna pun terkejut dengan kondisi anaknya itu, karena bagian kakinya telah membiru. Selain karena keletihan berjalan kaki, kata Ratna, Evan juga terjatuh ketika berada di sekolah. Oleh Ratna, lalu kaki dan betis Evan dipijat hingga kondisi Evan mulai membaik.
Tetap Masuk Sekolah
Meski demikian, Evan tetap memaksakan diri untuk berangkat ke sekolah keesokan harinya pada Jumat pagi 10 Juli 2015. Di sekolah, Evan malah memaksakan diri untuk bermain futsal dengan teman-temannya. "Saya sudah melarang Evan, untuk tidak ikut futsal. Tapi dia tetap memaksa, karena futsal merupakan olahraga kegemarannya."
Khawatir dengan kondisi anaknya, Ratna membawa Evan ke panti pijat refleksi. Bukannya membaik, kondisi Evan justru menurun hingga akhirnya Ratna memutuskan untuk membawa Evan ke Puskesmas Medansatria, Kota Bekasi.
Dokter puskesmas menyatakan, Evan mengalami dehidrasi dan keletihan, sehingga butuh banyak istirahat selama dua pekan. "Dokter juga memberi obat dan vitamin untuk Evan," jelas Ratna.
Sekalipun telah dibawa ke dokter, kondisi Evan terus menurun. Tapi Evan kembali memaksakan diri untuk mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM) pertama di sekolah pada Senin 27 Juli 2015.
Advertisement
Kembali Terjatuh
Hari kedua saat KBM di sekolah, tak disangka Evan kembali terjatuh di kelas. Pihak sekolah kemudian memanggil ayah Evan, Jossey F. Situmorang (42) untuk menjemput anaknya ke sekolah.
Jossey dan Ratna, lalu kembali membawa anaknya Puskesmas Medansatria. Dokter di sana menyatakan, Evan menderita penyakit asam urat. Walau telah diperiksa dokter, kondisi Evan terus menurun hingga Kamis siang 28 Juli 2015, tubuh Evan mendadak kejang.
Panik dengan kesehatan anaknya, lalu Ratna membawa Evan ke RS Ibu dan Anak Sayang Bunda yang tak jauh dari rumah. Namun pihak rumah sakit menolak dengan alasan peralatan di sana kurang lengkap, sehingga Evan dirujuk ke RS Cipta Harapan Indah dengan menempuh waktu perjalanan selama 40 menit.
Setibanya di rumah sakit tersebut, dokter menyatakan Evan telah meninggal dunia. "Dokter bilang anak saya meninggal di perjalanan. Evan meninggal dunia karena penanganan dokter telat, sebab saat di RS Ibu dan Anak Sayang Bunda ditolak," ucap Ratna.
Mengetahui anaknya telah tiada, Ratna pun menangis histeris di ruang IGD rumah sakit tersebut. Dia tak menyangka, putra kesayangannya tewas usai mengikuti MOS di sekolah.
"Saya nangis-nangis di rumah sakit, karena saya nggak terima anak saya meninggal," tutur ibunda Evan.
Ratna pun menyesalkan dengan adanya kejadian ini. Dia yang bekerja sebagai guru matematika di SD Kristen Penuai PUP ini menilai, seharusnya pihak sekolah tidak perlu menjadwalkan siswanya untuk berjalan kaki sejauh 4 km.
Menurut dia, banyak cara yang bisa diambil pihak sekolah dalam memberi pengenalan kepada siswa barunya terkait sekolahnya tersebut. Tidak terima anaknya mengalami sakit usai mengikuti MOS, Ratna pun komplain dengan kegiatan yang diadakan sekolah.
Namun pihak sekolah berdalih, kegiatan tersebut juga diikuti oleh para siswa lain. "Malah anak saya yang dibilang memiliki penyakit. Padahal dari lahir sampai sekarang, dia tidak memiliki riwayat sakit," beber Ratna.
Bukan hanya latihan yang tidak wajar, imbuh Ratna, tapi dia sempat menyaksikan Evan mendapat tindak kekerasan dari seniornya.
Ratna mengaku, dua hari saat masa MOS, dia melihat tubuh Evan didorong dan ditendang hingga hampir terjatuh. Namun Ratna tidak berani menegur siswa senior yang melakukan kekerasan terhadap anaknya itu, karena dia khawatir kekerasan yang diterima Evan nantinya akan lebih besar. (Ans/Yus)