Liputan6.com, Surabaya - Salim atau Salim Kancil warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, disebut-sebut mempunyai ilmu kebal senjata tajam atau tekbal.
Namun, petani yang juga aktivis penolak penambang pasir di daerahnya tersebut harus kehilangan nyawanya. Diduga, Salim Kancil tewas setelah digergaji lehernya dan dianiaya 40 orang yang diduga pro-penambang.
Hal itu disampaikan anggota tim Investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya Fatkhul Khoir. Menurut dia, Salim mengalami kejadian tidak wajar.
"Setelah mengeroyok Tosan, gerombolan ini menuju rumah Salim Kancil. Setiba di rumah, Salim Kancil langsung diseret dan diikat dengan seutas tali yang sudah disiapkan oleh gerombolan yang terdiri sekitar 40 orang itu," kata Fatkhul, Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/9/2015).
Selanjutnya, kata Fatkhul, Salim diduga diseret menuju Balai Desa Selok Awar-awar. Di balai desa, gerombolan ini diduga telah menyiapkan alat setrum untuk menyiksa Salim. Bahkan, seorang di antara mereka diduga menggorok leher Salim dengan sebilah gergaji.
"Namun ajaibnya, hampir semua siksaan dengan benda tajam yang ditujukan ke tubuh Salim seolah tidak mempan. Melihat kenyataan Salim tidak bisa dilukai dengan benda tajam, dan keadaan balaidesa yang masih ramai, gerombolan tersebut kemudian membawa Salim yang masih dalam keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi," beber dia.
Di tempat tersebut, Salim diduga dianiaya lagi. Kali ini gerombolan diduga menghantam kepala Salim dengan batu dan memukulinya hingga tewas.
"Di tempat inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu berserakan di sekitarnya," pungkas Fatkhul.
3 Tuntutan
Puluhan demonstran dari Aliansi Mahasiswa Peduli Kemanusiaan (AMPK) Universitas Muhammadiyah Surabaya, menggelar unjuk rasa di depan Mapolda Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Mereka mengutuk sekaligus menuntut pengusutan pembunuhan Salim.
"Melihat kejadian yang sangat melukai hati rakyat, kami mengutuk keras pelaku pembunuhan aktivis di Lumajang. Dan kami mendesak agar Polda Jatim mengusut tuntas dan menindak pelakunya," kata koordinator aksi AMPK Purwanto.
Purwonto menjelaskan, dalam unjuk rasa damai ini para demonstran membawa 3 tuntutan besar yang harus segera diselesaikan Polda Jatim maupun pemerintah.
"Tiga tuntutan besar itu adalah harus dilakukan pengusutan pelaku pembunuhan Salim Kancil. Hentikan penambangan pasir yang merugikan rakyat, serta tegakkan HAM," beber dia.
Dalam unjuk rasa damai ini, mereka berjalan mundur sambil menutup kedua mata. Di depan Polda Jatim, mereka meneriakkan sejumlah tuntutan dan mengkritik penindasan dan ‎pembunuhan yang dilakukan oleh kekuatan pemodal dan pemerintah yang dilakukan dengan cara premanisme.
Mereka juga mengenakan pakaian serba hitam, dan memainkan aksi teaterikal. Secara perwakilan, para pendemo menyerahkan borgol kepada polisi sebagai simbol permintaan dan desakan agar polisi segera menangkap pelaku pembunuhan dan penganiayaan aktivis petani di Lumajang.
Kematian Salim alias Salim Kancil terjadi pada Sabtu 26 September 2015. Peristiwa ini bermula dari sikap para petani yang bergabung dalam Forum Petani Anti Tambang Desa Selo Awar-Awar menolak penambangan di Pantai Watu Pecak.
Petani kesal karena sebagian lahannya dijadikan jalan perlintasan truk pengangkut pasir. Mereka mengajukan pemberitahuan untuk menggelar unjuk rasa menolak penambangan. Namun unjuk rasa belum digelar, 2Â petani yakni Salim dan Tosan diculik sekelompok preman dan dianiaya.
Salim yang juga aktivis Forum Petani Anti Tambang ditemukan di tepi jalan dalam kondisi tak bernyawa. Di tubuh pria asal Desa Selo Awar, Pasirian, Lumajang ini terdapat banyak bekas luka. Sedangkan Tosan dalam kondisi kritis karena menderita luka serius di tubuhnya. Dia kini menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Saat ini, kepolisian setempat sudah mengamankan 17 orang terkait penganiayaan hingga menyebabkan Salim tewas. (Rmn/Ans)
Advertisement