Pemda DIY: Ada Putusan MA, Pembangunan Bandara Baru Jalan Terus

Kebutuhan bandara baru di DIY dinilai sudah sangat mendesak.

oleh Yanuar H diperbarui 01 Okt 2015, 11:22 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2015, 11:22 WIB
Bandara Adisutjipto Yogyakarta
Bandara Adisutjipto Yogyakarta (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenai Izin Penetapan Lokasi (IPL) untuk pengembangan bandara baru di Temon, Kulonprogo. Putusan kasasi itu keluar pada 23 September 2015. Dengan demikian, pembangunan bandara yang sempat ditolak warga, dapat dilanjutkan.

Kasasi bernomor register 456 K/TUN/2015 dan masuk MA 19 Agustus 2015 dengan pemohon Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, diajukan setelah warga Kulonprogo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) memenangkan sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta. Putusan pengadilan saat itu membuat proses pembangunan bandara berhenti.

Asisten Sekda Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah DIY Didik Purwadi mengatakan, setelah IPL selesai maka proses selanjutnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai mengukur lahan yang telah ditetapkan. Setelah itu, proses pembebasan lahan dan harga tanah diserahkan kepada tim appraisal yang ditunjuk.

"Sisi persiapan tentang bandara kan dari dulu sudah punya tim dan mekanisme kerja ya itu jalan lalgi. Saat ada kendala tentang PTUN kita wajib menaati keputusan hukum. Kita menempuh jalur hukum. Kita jalani," ujar Didik, Kamis (1/10/2015).

Bandara Adisutjipto Yogyakarta (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Kebutuhan Bandara Mendesak

Didik mengaku belum mengetahui salinan putusan MA tersebut. Namun kepada masyarakat yang kemarin menggugat Pemda DIY melalui PTUN, ia menegaskan, hasil kasasi ini bukanlah soal menang atau kalah. Menurut dia, yang terpenting kebutuhan bandara baru di DIY sudah sangat mendesak.

"Kalau masih ada yang kurang senang itu wajar. Ini bukan menang atau kalah kita membangun bandara itu adalah kebutuhan," ujar dia.

Didik menjelaskan, bandara baru harus ada di DIY salah satunya karena banyaknya wisatawan asing yang akan ke Yogyakarta, namun terkendala bandara. Dengan pembangunan bandara, bisa meningkatkan kunjungan wisatawan asing.

"Selain itu dampak bandara dapat mengakselerasi perekonomian DIY jangan sampai masyarakat Yogyakarta jadi penonton. Bandara kan besar jadi peluangnya terbuka lebar, contoh ada peluang pesawat kargo," kata dia.

Didik mengatakan, informasi dari Angkasa Pura, sudah banyak yang mendaftar untuk jalur penerbangan langsung ke Yogyakarta.

"Informasinya orang sudah jenuh di Bali, maka harapannya wilayah lain di Bali, ya Yogjakarta. Yogyakarta kendalanya seperti itu. Bisa dibayangkan turis dengan membawa uang dan menjajakan di Yogya itu yang kita harapkan, jangan sampai diambil daerah lain," pungkas Didik.

Awal Mula Sengketa

Direktur LBH Yogya Hamzal Wahyudin sebagai kuasa hukum Wahana Tri Tunggal (WTT), mengaku telah mendengar putusan MA tersebut. Namun putusan kasasi itu menurutnya ada kejanggalan. Sebab, sebelum putusan kasasi itu diunggah ke situs MA, Pemda DIY telah terlebih dahulu mengetahui kemenangan kasasi.

"Nah itu mereka mendapat informasi dari mana?" kata dia, Rabu 30 September 2015.

Hamzal belum mengetahui putusan kasasi dari MA ini karena salinan belum diterimanya. Namun, dia mengaku sudah menyiapkan langkah jika kondisi ini terjadi. Salah satunya kemungkinan LBH Yogya akan mengajukan judicial review Perda No 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kulonprogo.

"Kita sudah siapkan langkah-langkahnya," ujar dia.

Kondisi Bandara Adisutjipto. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Proses pembangunan bandara baru dimulai sejak Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara di Kulonprogo, ditetapkan melalui Keputusan Gubenur No 68/KEP/2015 tanggal 31 Maret 2015. Keputusan Gubernur No 68/KEP/2015 ini tentang penetapan lokasi pembangunan untuk pengembangan bandara baru di DIY.

Saat itu disebutkan, dalam Izin Penetapan Lokasi (IPL), bandara baru Yogyakarta akan menempati lahan di Temon seluas 645,63 hektare di 5 desa di Kecamatan Temon, yaitu Desa Glagah, Palihan, Jangkaran, Sindutan, dan Kebonrejo.

Proses selanjutnya, PT Angkasa Pura I (persero) melakukan tahap sosialisasi rencana pembangunan bandara baru di Kulonprogo yang berlangsung pada 16-23 September 2014.

Selama masa sosialisasi, bandara baru ini mendapat penolakan dari warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT). Mereka memblokade jalan Daendles Kulonprogo pada 23 September 2014. Mereka memblokade warga desa lain yang ingin menghadiri sosialisasi pembangunan proyek bandara baru.

Warga penolak bandara yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal akhirnya mengajukan gugatan terhadap Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara yang dikeluarkan Gubernur DIY ke PTUN Yogyakarta, pada 11 Mei 2015.

Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk pengembangan bandara baru di DIY akhirnya dimenangkan majelis hakim dalam sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta, Selasa 23 Juni 2015. Hasil ini membuat proses pembangunan bandara dihentikan.

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 Juli 2015 resmi menyerahkan materi memori kasasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta. Selanjutnya kasasi itu diteruskan ke Mahkamah Agung. (Mvi/Sun)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya