DPD RI Desak Pembangunan Bandara Baru di Yogyakarta

Walau PTUN Yogyakarta sudah menyatakan SK Gubernur DIY tentang lokasi pembangunan baru di Temon, Kulon Progo, gugur.

oleh Yanuar H diperbarui 25 Jun 2015, 06:17 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2015, 06:17 WIB
Bandara Yogyakarta
DPD menilai Bandara Adi Sucipto Jogja sudah sangat sibuk dan penerbangannya melebihi kapasitas. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - DPD mendesak pemerintah membangun bandara baru di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba menilai, Bandara Adisutjipto Yogyakarta sudah sangat sibuk, dan penerbangannya melebihi kapasitas.

Menurut Parlindungan, karena padat dan sibuknya bandara ini, pilot beberapa penerbangan harus berputar terlebih dahulu sebelum mendarat di bandara utama di Kota Gudeg ini.  

"Tadi pagi kita mau mendarat harus muter-muter 20 menit terlebih dahulu, ini kan tidak efisien," ujar dia di Bandara Adi Sucipto Rabu (24/6/2015).

Parlindungan mengatakan, DPD akan mendukung pembangunan bandara tersebut. "Menteri BUMN, Menteri Perhubungan dan Angkasa Pura sudah program pengembangan airport, kita dukung pembangunan airport masalah hukum silakan diproses."

"Jadi saya pikir sudah sangat mendesak. Contohnya parkir pesawat kan mestinya 14 dan baru bisa 7 pesawat. Kita dorong kepada pemerintah untuk segera bangun," sambung dia.

Menurut Parlindungan, DPD menilai padatnya penerbangan dan kapasitas Bandara Adisutjipto ini menjadi alasan utama bandara baru di DIY harus segera dibangun.

Karena itu, Parlindungan meminta masyarakat agar mendukung program pemerintah dalam pembangunan bandara baru di wilayah Temon, Kulon Progo. Terlebih, Yogyakarta merupakan salah satu tujuan wisata yang populer di wilayah RI mancanegara.

"DPD RI yang kita dorong adalah airport Syamsudin Noor di Kalimantan Selatan, sekarang sudah jadi karena dulu lahan ada permasalahan. Airport ini kunci dari perekonomian daerah, apalagi Yogya itu pariwisata jadi mobilitas orang tinggi ke sini. Sementara di sini (Bandara Adisutjipto) sudah sangat padat," ujar dia.

Masalah Hukum

Terkait permasalahan hukum, lanjut Parlindungan, DPD RI berharap permasalahan tersebut segera selesai. Dia pun menyerahkan masalah tersebut kepada hukum yang ada. Dia sudah bertemu dengan warga yang menolak dan tim dari pembanguan bandara.

Parlindungan berharap kasus hukum terkait Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara di Temon Kulon Progo melalui sidang putusan segera selesai.

"4-5 Bulan kita ke Kulon Progo kita sudah mendengar mereka dan proses hukum kita tidak mencampuri proses hukum cuma Yogya itu bandara sibuk. Mohon kepada masyarakat mendukung pembangunan Anda dengan bantu doa dan macam-macam," ujar dia berharap.

Terkait penolakan warga sekitar lokasi pembangunan bandara baru di Temon, Kulon Progo, Parlindungan meminta agar Pemda DIY memberikan ganti rugi yang sesuai. Pemda, juga harus melakukan pendekatan yang bagus dan humanis, sehingga pembangunan bandara baru di Kulon Progo dapat berjalan.

"Perlu pendekatan kemanusiaan. Saya sudah ke sana. Ini seperti airport Kualanamu ada penolakan, jadi pendekatan-pendekatan halus tentu dengan ganti rugi yang layak," tegas dia.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta mengabulkan gugatan Wahana Tri Tunggal (WTT) terhadap Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara di Temon, Kulon Progo. Pada sidang putusan Selasa 23 Juni 2015, majelis hakim menyatakan pembangunan bandara tersebut tidak ada dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi.

Oleh karena itu, majelis hakim yang diketuai Indah Tri Haryanti memutuskan SK Gubernur Nomor 68/KEP/2015 tentang Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara di wilayah Temon, Kulon Progo, gugur dan dibatalkan. Majelis hakim juga memerintahkan Pemda DIY untuk mencabut SK yang dikeluarkan pada 31 Maret tersebut.

Tunggu Proses Hukum

Tunggu Proses Hukum

Angkasa Pura menyerahkan proses hukum terkait Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara di Temon Kulonprogo, yang tersendat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta.

PTUN mengabulkan gugatan Wahana Tri Tunggal (WTT) dengan memutuskan, SK Gubernur No 68/KEP/2015 tentang IPL Bandara di wilayah Temon Kulonprogo gugur dan dibatalkan. Majelis hakim juga memerintahkan Pemda DIY, mencabut SK yang dikeluarkan pada 31 Maret tersebut.

Humas Kantor Proyek Pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport Aryadi Subagyo mengatakan, sesuai ketentuan undang-undang mulai dari proses di persidangan kemarin, sampai proses pengadaan lahan, masih wewenang Pemda DIY. Angkasa Pura akan masuk dalam pembangunan bandara, setelah seluruh proses pengadaan lahan selesai.

"Karena proses pengadaan lahan itu domainnya Pemda, maka yang mengawal proses hukum juga domainnya Pemda sampai MA (Mahkamah Agung). Kami sudah ikuti koordinasi dari Pemda bahwa Pemda tetap akan mengambil peluang yang paling mungkin di MA, yaitu kasasi," ujar dia di bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu 24 Juni 2015.

Aryadi mengatakan, PTUN saat itu menyatakan, pembangunan bandara tersebut tidak ada dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi. RTRW saat itu diputuskan pada 2010 dan berlaku 5 tahun, sementara untuk merubahnya harus 5 tahun kemudian.

Sementara ide untuk membangun bandara baru itu 2 tahun kemudian, 2012. Lalu Pemkab Kulonprogo yang mempuyai wewenang tempat bandara baru di Temon Kulonprogo menerbitkan Perda.

Menurut Aryadi, Pemkab Kulonprogo menerbitkan Perda ini sudah berkoordinasi. Koordinasi ini untuk sinkron antara Perda Kulonprogo dengan Pemda dan nasional terkait RTRW pembangunan bandara.

"Nah Kalo DIY masih menyebut pengembangan (Bandara Adisutjipto) sementara sudah tidak bisa disebut lagi pengembangan, maka opsi logisnya adalah pindah. Kami terjemahkan Adisutjipto adalah pindah, yaitu di Temon sebagai wilayah bandara baru Yogyakarta," ujar dia.

Aryadi mengaku nantinya bandara baru di Temon Kulonprogo akan memiliki 5 kali luas bandara Adisutjipto. Ia berharap proses hukum yang terhambat di PTUN segera selesai. Karena saat ini penumpang di Bandara Adisutjipto setiap tahun mencapai 6,2 juta orang, sementara kapasitasnya hanya 1,2 juta per tahun.

"Proyek pengadaan fasilitas umum itu memang langsung ke MA tidak ke pengadilan tinggi. Nanti prosesnya selama 30 hari kerja, MA akan putuskan itu. Pemerintah tidak ingin proyek-proyek fasilitas ini terhambat," tandas Aryadi. (Bob/Rmn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya