RUU Tax Amnesty dan Revisi UU KPK Jadi Prioritas Prolegnas 2015

Taufik menegaskan revisi UU Tax Amnesty dan revisi UU KPK merupakan usulan bersama antara DPR dan Pemerintah.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Des 2015, 08:13 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 08:13 WIB
20151215- Rapat Paripurna RUU Pengampunan Pajak-Jakarta-Johan Tallo
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo (berbaju batik) menyerahkan laporan kepada pimpinan DPR saat Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan II tahun 2015-2016 di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (15/12/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Paripurna DPR, Selasa 15 Desember 2015, menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau RUU KPK menjadi Prioritas Prolegnas 2015. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan ini, sempat berlangsung alot dan diwarnai lobi oleh para Ketua Fraksi.

Beberapa anggota Dewan menyampaikan interupsi, dan menyatakan penolakannya. Penolakan ini dikarenakan keduanya menjadi usul inisiatif DPR. Padahal sebelumnya, RUU ini merupakan usulan pemerintah.

Kedua fraksi yang melakukan penolakan adalah Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra. Namun, setelah melalui perdebatan dan lobi-lobi, kedua fraksi itu akhirnya menyetujui.

"Catatan dari seluruh fraksi, menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengambilan keputusan dalam RUU nanti. Saya mengharapkan, dalam proses pengambilan keputusan ini, aspek prudent menjadi prioritas kita bersama-sama," kata Taufik di Gedung DPR seperti dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (16/12/2015).

Taufik menambahkan, jika pembahasan ini tidak selesai pada Prolegnas 2015, maka akan menjadi pembahasan pada 2016. Ini sudah disepakati oleh seluruh anggota. Mengingat masa sidang DPR pada 2015 ini kurang dari 3 hari.

Dia juga menegaskan, revisi UU Tax Amnesty dan UU KPK merupakan usulan bersama antara DPR dan pemerintah. Sedangkan untuk pembahasan seluruh pasal yang akan direvisi, DPR dan pemerintah bakal mempertimbangkan analisis dan masukan dari pakar.

Politikus F-PAN itu melanjutkan, hasil forum lobi yang dilakukan di sela-sela paripurna dengan seluruh Ketua Fraksi, pun sudah ada jaminan dari pemerintah, yang diwakili Menteri Hukum dan HAM, bahwa apa yang diputuskan dalam paripurna ini sudah sesuai mekanisme, dan akan ditindaklanjuti bersama Pemerintah.

"Keputusannya sekarang, 2 RUU masuk dalam prolegnas dengan tidak meninggalkan catatan-catatan yang ada," imbuh politikus asal dapil Jawa Tengah itu.

Usai memimpin sidang, Taufik memastikan urgensi RUU Pengampunan Pajak ini adalah untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak.

Kesepakatan DPR dan Pemerintah

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo melaporkan Baleg telah menerima usulan penambahan RUU tentang Pengampunan Pajak dan usulan agar penyusunan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi segera dapat diwujudkan.

"Baleg pada 27 November 2015 lalu telah melakukan rapat kerja dengan Menkumham untuk membahas usulan tersebut. Dalam raker tersebut disepakati jika kedua RUU akan dipersiapkan dan menjadi kesepakatan bersama Pemerintah dan DPR," kata anggota Fraksi Partai Golkar itu.

Dengan adanya usulan tersebut, lanjut Firman, maka jumlah RUU dalam Prolegnas Prioritas 2015 berubah dari 39 buah dan 5 RUU Kumulatif Terbuka, menjadi 40 RUU serta 5 RUU Kumulatif Terbuka.

"Namun, perlu kami sampaikan, mengingat waktu yang sangat terbatas pada 2015, maka penyiapan dan pembahasan kedua RUU tersebut tentunya dapat dilanjutkan pada Prolegnas Prioritas 2016," kata politikus asal dapil Jawa Tengah tersebut.

Sementara itu, dalam interupsinya, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan perdebatan mengenai kedua RUU itu sebenarnya sudah rampung di Baleg. Memang ada sejumlah fraksi yang menyatakan setuju dan tidak setuju. Namun, ketika hal itu sudah menjadi keputusan di Baleg, seharusnya rapat paripurna tinggal mengesahkannya.

Sanggahan datang dari Anggota Komisi V DPR Nizar Zahro, yang menolak kedua RUU tersebut disahkan menjadi UU. Menurut dia, RUU Tax Amnesty adalah hal yang kontradiktif, mengingat pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa telah diatur dalam UU.

"Sudah jelas sifatnya memaksa bukan mengampuni. Kalau diteruskan pasal 23a, fraksi Gerindra menolak keras RUU Pengampunan Pajak untuk jadi prioritas," kata Nizar.

Selain menegaskan Fraksi Gerindra sepakat menolak Revisi UU KPK, dia mengingatkan, berdasarkan Pasal 5 ayat 1, Presiden memang berhak mengajukan RUU ke DPR.

"Kami (dari) fraksi menolak kedua RUU itu untuk masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional)," tegas politikus asal dapil Jawa Timur itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya