Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) sependapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang menilai paham radikalisme --yang disebut-sebut sebagai akar terorisme-- berasal dari luar negeri. Paham itu bertentangan dengan ajaran Islam.
"Memang radikalisme itu bukan dari kita, itu kata Pak Wapres. Bukan dari dalam negeri, tapi dari luar negeri. Karena ada radikalisme kontra radikalisme, ada radikalisme pemerintahan," ujar Ketua MUI Maruf Amin, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
"Ada radikalisme Timur Tengah, ada radikalisme perlawanan dari masyarakat, dan radikalisme itu berimbas ke negara kita," sambung dia.
Baca Juga
Karena itu, Maruf berpendapat, perlu ada deradikalisasi atau kontra radikalisme, sebagai bentuk pencegahan kepada mereka yang telah berubah pola pikirnya. Selain itu, Islam di Tanah Air moderat, tidak ada unsur radikal.
"Karena itu kita mengembangkan Islam yang ramah ini. Islam yang damai, rahmatan lil alamin, Islam yang santun ini," ujar dia.
Menurut Maruf, sesuai hasil munas MUI beberapa waktu lalu, lembaga tersebut akan mencetak 500 sampai 1.000 dai, untuk menyebarkan paham Islam moderat di seluruh daerah.
Dialog
MUI juga akan menerjunkan kembali tim penanggulangan terorisme, yang sebelumnya dibekukan. Menurut Maruf, ada sejumlah cara efektif sebagai upaya preventif.
"Kita melakukan diskusi tentang pemahaman agama, dakwah, meluruskan pahamnya, terutama tentang paham jihadnya dengan diskusi itu," kata dia.
Maruf menjelaskan, tim tersebut juga turut berperan dalam deradikalisasi, yang ditujukan bagi mereka yang mempunyai pola pikir salah. Cara penanganannya pun berbeda, tidak cukup dengan memberikan dakwah seperti biasa.
"Kalau diomongin saja dia, kata Pak JK susah. Mereka itu orang yang tidak takut mati, tidak takut dipenjara. Jadi, satu-satunya jalan mengubah pemikirannya. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan pendekatan agamis dan dialog," pungkas Maruf.
Advertisement