Liputan6.com, Jakarta - Rapat paripurna DPR yang mengagendakan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sedianya digelar hari ini ditunda.
Alasannya, karena hanya ada 1 pimpinan DPR yang berada di Jakarta. Sedangkan 4 pimpinan lainnya sedang melaksanakan tugas di luar kota.
‎"Informasi yang kami terima, paripurna ditunda sampai Selasa 23 Februari. Dari pertemuan rapat Bamus (Badan Musyawarah) semalam, karena pimpinan DPR yang seharusnya 2 memimpin rapat, di Jakarta cuma ada 1," kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Namun sebagai inisiator revisi UU KPK, Hendrawan mengatakan, Fraksi PDIP tidak mempermasalahkan. Ia berpikir positif terhadap 4 pimpinan DPR tersebut dengan kesibukannya masing-masing.
"Siapapun yang mengulur pasti capek sendiri. Tapi pertimbangannya memang banyak sekali tugas kedewanan di luar kota,"‎ ujar dia.
Anggota Komisi XI ini juga enggan mengomentari ada tidaknya unsur kesengajaan dari penundaan rapat paripurna hari ini.‎ "Bukan kapasitas saya untuk menjawab. Tanyakan langsung ke orangnya. Tapi dalam rapat Bamus semalam, 6 fraksi hadir dan pimpinan hanya Ade Komaruddin," sambung Hendrawan.
Hendrawan menjelaskan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2016 disebutkan, KPK berada di luar sistem ketatanegaraan. Untuk itu, PDIP ingin mengembalikan tugas dan fungsi KPK sebagaimana mestinya dengan merevisi undang-undang lembaga antirasuah itu.
"Ada referensi dari MK di bawah Jimly Asshiddiqie 2006. MK menyatakan, KPK berada di luar sistem ketatanegaraan. Sehingga kehadiran KPK tidak boleh mengurangi kewenangan kejaksaan dan kepolisian. Sekali lagi itu pilihan. Mau status quo atau perubahan besar-besaran. PDIP ingin melakukan perubahan dengan selektif," kata dia.
Hendrawan pun enggan berandai-andai dengan kesiapan Presiden Joko Widodo terhadap revisi UU KPK tersebut.‎ "Kalau Presiden, serahkan ke Presiden saja. Kalau Presiden belum siap, ya kita lihat nanti, jangan berandai-andai dulu."
Dia melanjutkan, "ada yang berspekulasi Presiden menelepon siapa, agar ada penundaan dan ada spekulasi macam-macam. Itu hanya spekulasi," sambung dia.
Manfaatkan Situasi?
Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana mengatakan, pihaknya menduga ada unsur kesengajaan dalam penundaan rapat paripurna tersebut. Meskipun memang 4 pimpinan DPR sedang berada di luar kota.
Baca Juga
"Ya, kita memang limitatif pimpinan sekurang-kurangnya 2. Sementara yang di sini cuma Pak Akom. Terlepas dari itu, karena 2 fraksi tidak setuju, mereka memanfaatkan situasi ini agar tak bisa diselenggarakan. Pak Agus dan Pak Fadli kan fraksinya menolak. Jadi ini teknis yang situasinya dimanfaatkan," kata dia.
Anggota Komisi X DPR ini menuturkan, dengan diundurnya paripurna pengesahan revisi UU KPK ini, maka akan ada rapat Bamus DPR lanjutan. Sebab, tidak menutup kemungkinan fraksi yang sebelumnya menolak bisa jadi menyetujui, dan sebaliknya hal tersebut tergantung sikap Presiden.
Dadang yang akrab disapa Darus ini mengatakan, sebagai partai pendukung pemerintah, pihaknya ingin rencana revisi UU KPK ini segera diparipurnakan. Selain itu, ada fraksi yang belum bulat mendukung, karena ingin mendengar sikap Presiden terlebih dulu yang kini sedang berada di luar negeri.
"Karena pendukung revisi UU KPK ini parpol pendukung pemerintah. Kita harap dilakukan dulu paripurna, setelah itu baru kita dengar pendapat Presiden. Di dalam rapat sebelumnya pernah disampaikan PKS, misalnya, ingin menunggu Presiden, tapi akhirnya menolak," tandas Dadang.
Tidak Diagendakan?
Sementara anggota Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso mengatakan, ‎pihaknya berpikir positif terkait penundaan rapat paripurna pengesahan revisi UU KPK tersebut. Namun, ia menyayangkan penundaan paripurna ini.
"Kita berpikir positif saja, tapi sangat memprihatinkan lembaga sekelas DPR RI, mau rapat saja pimpinannya enggak ada di tempat," ujar Bowo.
Anggota Kimisi VI DPR ini berharap, ke depan 5 pimpinan DPR bisa berkoordinasi dan memprioritaskan ‎agenda yang sudah dijadwalkan.
"Memangnya tidak dirapatkan atau diagendakan terlebih dahulu oleh pimpinan DPR, kalau mau ada rapat paripurna?" tanya Bowo.
Advertisement