Jimly Asshiddiqie: Sekarang Momentum Tepat Penguatan DPD

Jimly optimistis penguatan DPD akan mendapat dukungan luas dari publik.

oleh Liputan6 diperbarui 31 Agu 2016, 23:48 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2016, 23:48 WIB
20160613- Empat Tahun DKPP Luncurkan Dua Buku- Jimly Asshiddiqie-Jakarta
Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie menyampaikan ikhtisar buku yang akan diluncurkan pada perayaan empat tahun DKPP di Jakarta, Senin (13/6/2016). DKPP meluncurkan buku yang merekam jejak Pemilukada Serentak pada 2015 lalu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara kelembagaan mendapatkan dukungan dari sejumlah pihak. Kali ini dukungan moril datang dari Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie.

"Sekarang momentum tepat penguatan DPD. Hampir 12 tahun DPD berdiri dan kita bisa evaluasi keberadaannya. Memilih anggota (DPD) mahal sekali, mereka orang terpilih dari setiap provinsi. Dan untuk menjadi anggota DPD jauh lebih sulit dari anggota DPR. Jadi tidak fair membiarkan DPD seperti sekarang ini," kata Jimly dalam diskusi dengan sejumlah anggota DPD di Hotel Sultan Jakarta, di Jakarta Rabu (31/8/2016).

Jimly optimistis penguatan DPD akan mendapat dukungan luas dari publik. "Sekarang DPR punya banyak masalah. Ada joke lebih baik DPD dibubarkan atau diperkuat. Ini pernyataan memancing tetapi tidak tepat DPD dibubarkan. Dengan penduduk banyak beragam maka kita butuh double representase keterwakilan ganda melalui DPR yakni partai politik dan sistem teritorial kedaerahan DPD," kata Jimly seperti dikutip dari Antara.

Menurut Jimly, dulu waktu MPR Orde Baru ada anggota parlemen dari utusan golongan untuk mengakomodir kalangan minoritas. Jika amandemen UUD 1945 tentang penguatan DPD dilaksanakan maka tak ada salahnya, kata Jimly, memasukkan kembali Utusan Golongan ke dalam MPR atau bergabung dengan DPD.

Namun Jimly mengingatkan bahwa ada perbedaan Utusan Golongan dulu dan saat ini. Bedanya dulu Utusan Golongan langsung ditunjuk presiden namun nantinya jika disetujui maka Utusan Golongan yang menjadi anggota parlemen berasal dari kelompok masyarakat atau ormas kaum minoritas.

"Mekanisme pemilihan Utusan Golongan dilakukan di komunitas masing-masing misalnya utusan buruh terlebih dahulu melakukan konvensi di organisasinya untuk memilih siapa wakilnya. Organisasi petani, nelayan, pers, dokter dan sebagainya bisa punya utusan golongan dan dipertimbangkan pula TNI dan Polri (ada utusan golongan) karena mereka tidak ada hak pilih dan memilih (di Pemilu)," kata Jimly.

 

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya