Liputan6.com, Jakarta - Dewan pembina Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mendatangi Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Ia hendak menemui salah satu petinggi MUI yang ditangkap KPK beberapa waktu lalu, serta mantan Ketua DPD Irman Gusman.
"Saya mau jenguk dua sahabat saya, Pak Fahmi dan Pak Irman Gusman," jawab Din Syamsuddin di Kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis pagi, (29/12/2016).
Din datang sekitar pukul 09.45 WIB, ia datang sendiri. Memakai baju kemeja merah hati, Din turut mengantre di KPK.
Advertisement
Fahmi yang dimaksud Din adalah Fahmi Darmawansyah, Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) sekaligus Bendahara MUI yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Usai mendapatkan surat izin untuk menjenguk, Din lantas menaiki mobilnya dan menuju Rutan Guntur.
Din meyakini, Fahmi yang merupakan istri artis Inneke Koesherawati itu tak bersalah. Dia mengaku tahu keberadaan Fahmi saat KPK menggelar operasi tangkap tangan.
"Pak Fahmi saat itu sedang liburan dengan keluarganya di Eropa, saat tangkap tangan itu, anak buahnya yang di sana," ucap mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P tahun 2016.
Keempatnya, yakni Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.
Oleh KPK, Eko sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.