Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kasus kejahatan seksual anak terbongkar akhir-akhir ini. Terakhir, seorang siswi kelas 2 SMK selama bertahun-tahun mengalami kekerasan seksual oleh paman dan sepupunya. Remaja 17 tahun di Bekasi Timur itu menjadi budak seks orang terdekatnya itu sejak kelas 5 sekolah dasar.
Beberapa waktu lalu, polisi membongkar grup pedofilia yang menyajikan ratusan foto dan video anak-anak.
Pengamat hukum dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono mengatakan penanganan hukum terhadap kasus kejahatan seksual anak masih rendah dibandingkan pornografi dewasa.
Advertisement
"Pada 2015, hanya empat perkara yang bisa diselesaikan dari 29 laporan, sementara tahun 2016 hanya ada satu laporan tapi belum ada yang terselesaikan," ujar Edi seperti yang dilansir dari Antara, Selasa (20/3/2017).
Sementara untuk kasus pornografi dewasa, pada 2015 terdapat 140 kasus yang 44 di antaranya telah selesai. Sedangkan pada 2016 terdapat 35 kasus yang selesai dari total 108 kasus.
"Jika perkara-perkara ini dipersentasekan, di 2015 sekitar 31,43 persen pornografi dewasa tuntas sedangkan untuk perkara kejahatan seksual anak hanya 3,45 persen. Untuk 2016 masing-masing 32,41 persen dan nol persen," Edi menjelaskan.
Berdasarkan pemantauan ICJR pada September 2016 hingga Februari 2017, tercatat enam kasus yang terungkap dengan jumlah korban mencapai 157 anak.
Kasus-kasus tersebut tersebar di empat provinsi dan enam kabupaten/kota antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kabupaten Bangkalan, Berau, Jember, Subang, Cirebon, dan Jakarta Timur.
Termasuk dengan temuan sebuah grup di jejaring sosial Facebook yang berisikan ratusan gambar, video serta tulisan pedofilia. Dia menilai perkara ini sangat memprihatinkan.
"Grup Facebook yang beranggotakan sekitar 7.000 akun ini ternyata juga diikuti oleh anak-anak," ujar Edi menegaskan.
Meski pun kepolisian telah berhasil menangkap empat admin grup tersebut, ICJR meminta aparat penegak hukum untuk menelusuri seluruh akun, jaringan dan transaksi pornografi anak online di media sosial dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Hal ini dimungkinkan karena adanya transaksi keuangan yang dilakukan para pelaku dan konsumen dalam sindikat pornografi anak secara daring," kata Edi.
Pihaknya juga mendesak lembaga pemerintah dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera melakukan langkah-langkah cepat untuk rehabilitasi para korban pedofilia dan mengimbau masyarakat untuk segera menghentikan penyebaran foto korban maupun pelaku kejahatan seksual anak.