Liputan6.com, Jakarta Usai publik sempat digemparkan dengan aksi Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, kini aksi seorang Dokter PPDS juga menuai banyak kecaman lantaran melakukan pemerkosaan terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan, hal ini mengkhawatirkan sekali. Karena itu, dia meminta semua pihak perlu mensosialisasikan kembali akan keberadaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga
"Jadi ini sudah mengkhawatirkan sekali. Karenanya saya minta polisi dan lembaga terkait di pemerintah makin meningkatkan sosialisasi UU TPKS dan memperketat hukumannya demi menimbulkan efek jera," kata dia dalam keterangannya, Minggu (12/4/2025).
Advertisement
Politikus NasDem ini menururkan, beberapa hal yang harus ditingkatkan adalah para penegak hukum harus benar-benar serius dalam menanggapi laporan kejahatan seksual, tidak boleh ada penolakan dan percepat penyidikannya.
"Kedua, identitas lengkap pelaku wajib diekspos ke publik. Ketiga, pastikan pelaku dijerat dengan pidana maksimal, bahkan kalau korbannya anak, sesuai undang-undang, pelaku bisa dikebiri kimia," jelas Sahroni.
Â
PKS Desak Pencabutan STR Dokter PPDS Pelaku Pemerkosa Pasien
Kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) terhadap keluarga pasien membuat banyak sorotan dan geram banyak pihak, tak terkecuali politikus PKS Kurniasih Mufidayati.
Anggota Komisi IX DPR RI inimeminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Register (STR) pelaku, agar tak lagi bisa praktik menerima pasien. Menurut Kurniasih, STR dicabut maka Surat Izin Praktik (SIP) pelaku juga tidak dapat digunakan.Â
 "Tindakan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap etika profesi medis dan merupakan kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Kami mengutuk keras kekerasan seksual terhadap pasien dalam bentuk apa pun. Sanksi pencabutan STR dan SIP harus diberikan karena terjadi saat pelaku sedang berpraktik menangani pasien," kata dia dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).
Di sisi lain, menurut Kurniasih, ini juga menjadi momentum untuk mengevaluasi pengawasan internal dari pihak rumah sakit maupun Kementerian Kesehatan.
"Kami juga mendorong Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan dokter untuk mengevaluasi sistem pengawasan internal agar kejadian seperti ini tidak pernah terulang," ungkap dia.
Dia juga mengingatkan, Komisi IX DPR RI akan memperjuangkan perlindungan yang lebih kuat terhadap pasien melalui regulasi dan sistem pengawasan yang ketat, termasuk dalam pendidikan dan praktik kedokteran.
"Pasien harus merasa aman saat berada di ruang perawatan. Rumah sakit bukan tempat yang membahayakan, tetapi tempat untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi," jelas Kurniasih.
Dia juga mendorong ada kebijakan yang menjamin keamanan dan kenyamanan pasien, baik secara fisik maupun psikologis seperti, pendampingan bagi pasien perempuan, hingga peningkatan literasi pasien terhadap hak-haknya dalam pelayanan kesehatan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap pasien memiliki jaminan perlindungan saat menjalani perawatan. Negara wajib hadir dan menjamin rasa aman itu," tutup Kurniasih.
Advertisement
DPR Akan Panggil Kemenkes hingga FK Unpad
Komisi IX DPR RI menyatakan akan memanggil Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk minta penjelasan terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anestesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Unpad terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung.
"Sebagai bentuk pengawasan dan komitmen terhadap perlindungan pasien, Komisi IX DPR RI akan segera memanggil pihak-pihak terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, Kamis (10/4/2025).
Pemanggilan tersebut, sebagai langkah yang bertujuan untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan, dan pengawasan tenaga medis agar kasus serupa tak terulang lagi.
"Komisi IX berkomitmen untuk mendorong reformasi menyeluruh demi menjaga kehormatan profesi medis dan keselamatan pasien," kata dia.
Nihayatul pun mengecam keras aksi dokter PPDS terhadap korban. Dia menilai, kasus itu bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip pelayanan kesehatan.
"Komisi IX menilai bahwa kasus ini mencerminkan kegagalan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan, dan perlu ditanggapi secara menyeluruh dan sistemik," tegasnya.
Nihayatul pun mendesak Kemenkes bersama KKI segera mengevaluasi serta melakukan disiplin terhadap tenaga medis yang terlibat. Selain itu, dia juga mendorong agar Unpad dan RSHS memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis.
