Cegah Bentrok Ojek Online Meluas, 2 Kementerian Lakukan Hal Ini

Selama sepekan ini terjadi bentrok antara sopir angkot dan ojek online di Tangerang dan Bogor.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Mar 2017, 12:37 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2017, 12:37 WIB
Angkot vs Ojek Online
Angkot vs Ojek Online

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya bentrok antara ojek online dengan sopir angkot belakangan ini membuat Polri bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), bersama-sama menyosialisasikan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang angkutan transportasi berbasis online.

Bertempat di Mabes Polri, Jakarta Selatan, tiga instansi pemerintahan tersebut melakukan video conference dengan kepala daerah di sejumlah kota dan provinsi, yang mengalami polemik dengan keberadaan angkutan umum online.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, sejumlah tempat yang bergejolak akibat perselisihan antara transportasi online dengan konvensional di antaranya Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan.

Karena itu, sosialisasi ini disampaikan serentak kepada para kepala daerah, agar mereka turut bergerak cepat memberikan imbauan kepada masyarakat setempat. Dengan harapan tidak lagi terjadi perselisihan antara pengemudi transportasi online dengan konvensional.

"Tadi kami sampaikan (melalui video conference) ada dari Jawa Barat Pak Aher, Jawa Timur Pak Soekarwo, dan Surabaya Ibu Risma," tutur Tito di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

"Memang ada di beberapa tempat tidak terjadi (bentrok sopir angkot dengan ojek online). Untuk itu kita sosialisasikan Permen 32 tadi. Kita ingin dengan aturan yang diperbaharui ini, masyarakat menjadi lebih tertib dan dapat menyelesaikan permasalahan antara taksi online dan konvensional," dia melanjukan.

Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi dukungan Polri dan Kominfo terkait pelaksanaan Permenhub Nomor 32. Sebab, aturan itu sengaja dibentuk untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

"Transportasi itu kebutuhan masyarakat dan juga merupakan usaha para stakeholder. Pada kenyataannya, ada angkutan konvensional dan online. Keduanya harus diatur," ujar dia.

"Untuk konvesional, ada banyak masyarakat yang mencari penghidupan di sana. Dan ada online yang memang merupakan keniscayaan yang harus kita ikuti," Budi menambahkan.

Transportasi Online Dibolehkan

Menkominfo Rudiantara juga menambahkan, dengan perkembangan pelayanan jasa yang kini serba online, tentunya upaya pemerintah dalam mengatasi polemik di dalamnya harus lebih tanggap.

"Dinamikanya memang berbeda. Pemerintah di sini justru masuk untuk mengatasi isu dinamika yang terjadi. Seperti sekarang di transportasi darat, ada dinamika online dan konvensional. Satu yang kita syukuri bahwa dengan revisi Permen 32 ini, mengukuhkan secara legal bahwa transportasi online itu boleh di Indonesia," kata dia.

"Hanya saja ditata, ditata dengan cara apa? Seperti kenyamanan, keselamatan, dan lain-lain, agar tidak terjadi gesekan. Sehingga tidak terjadi friksi dengan konvensional," Rudiantara menandaskan.

Selama sepekan ini keberadaan ojek online dan taksi online menuai protes dari transportasi konvensional, yakni angkot. Bahkan, di Tangerang dan Bogor terjadi bentrok antara driver ojek online dengan sopir angkot. Akibatnya penumpang terlantar, bahkan terjadi kerusakan hingga jatuh korban.

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya