2 Eks Wakil Ketua Komisi II Kompak Sebut Tak Terima Uang E-KTP

Menurut Taufik Efendi dan Teguh Juwarno, Komisi II tak mengawal anggaran proyek e-KTP.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 23 Mar 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2017, 12:00 WIB
Sidang kasus e-KTP
Sidang kasus e-KTP

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Taufiq Efendi dan Teguh Juwarno satu suara saat bersaksi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2017).

Keduanya kompak tak mengetahui adanya pengawalan dalam anggaran proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik, atau e-KTP. Keduanya menyebut yang dapat mengawal anggaran itu adalah Badan Anggaran (Banggar) DPR.

"Yang bisa mengawal itu orang-orang Banggar, kita enggak bisa, itu Banggar ada kaitan dengan anggaran," ungkap Taufik saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Hal serupa juga dikatakan oleh Teguh. Menurutnya, Banggar yang memiliki hak mengawal dan menambahkan anggaran dalam sebuah proyek, termasuk e-KTP. "Yang tahu mengenai anggaran itu ada di badan anggaran," kata Teguh.

Teguh mengklaim, Komisi II hanya mengetahui soal pagu anggaran yang diusulkan Kementerian Dalam Negeri.

"Kementerian usulkan anggaran, mereka usulkan kegiatan, misalnya e-KTP. Pemerintah merasa kekurangan anggaran, mereka kemudian mengusulkan. Di komisi (Komisi II) bahas pagu anggaran yang sudah disetujui pemerintah," terang Teguh.

Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, terungkap pembahasan anggaran e-KTP senilai Rp 5,9 triliun lantaran ada kongkalinkong.

Taufik Efendi sendiri disebut menerima USD 103 ribu dan Teguh Djuwarno USD 167.000. Namun dalam kesaksiannya, keduanya kompak membatah tak menerima. Keduanya juga mengaku tak mengetahui bagi-bagi uang untuk mengawal anggaran e-KTP.

"Tidak pernah yang mulia," ujar Teguh.

Diketahui, Dua mantan anak buah Gamawan Fawzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya