Liputan6.com, Jakarta - Pancasila sebagai dasar negara menjadi fondasi ideologi kebangsaan bagi segenap bangsa Indonesia. Presiden Joko Widodo dalam laman khususnya membuat sebuah video dengan jargon "Saya Indonesia, Saya Pancasila".
Penekanan oleh orang nomor satu di Indonesia tersebut seolah memperkuat nilai nasionalisme setiap warga negara dalam mempertahankan Pancasila sebagai sesuatu yang final. Hal tersebut memang tak bisa disangsikan, tetapi seorang mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) bernama Robi Mardiansyah melihat, seharusnya Pancasila bisa lebih mencakup hal yang substansial ketimbang diamini sebagai fondasi.
"Pancasila adalah lima mimpi, mengapa? Karena pada nyatanya lima sila tersebut belum dapat diamalkan secara utuh," ujar mahasiswa UGM angkatan 2011 ini kepada Liputan6.com, Selasa, 30 Mei 2017.
Advertisement
Menurut Robi, ketimbang para elite menggaungkan Pancasila seperti yang terjadi belakangan ini, hal yang lebih fundamental adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan dan merangkul daerah tertinggal.
"Masih banyak mereka yang kelaparan, bingung mau makan apa hari ini. Masih banyak anak-anak yang sulit bersekolah. Seharusnya itu lebih diutamakan. Walau bukan untuk mengartikan Pancasila sebagai sesuatu yang tidak kalah penting," kritik mahasiswa jurusan Fisipol UGM ini.
Ke depan, dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila, ia berpesan, agar kiranya pemerintah tidak lagi terlalu khawatir akan tergesernya Pancasila sebagai dasar negara. Bagi dia, Pancasila dinilai masih berada di dalam jiwa. Bahkan, ia menambahkan, tidak ada paham yang dapat menggantikan Pancasila.
"Jadi kita enggak perlu terlalu berpikir jauh terhadap Pancasila, kalau ditanya apa Pancasila itu ada? Ya jelas itu ada. Tapi, seberapa urgent kita membicarakan itu? Saya belum temukan alasannya. Jadi, pemerintah tidak perlulah terlalu khawatir, pesan saya sebagai seorang yang masih berstatus mahasiswa, pemerintah lakukanlah hal lebih berarti dengan wewenangnya, semata untuk masyarakat Indonesia yang lebih luas lagi," tutup dia.