Liputan6.com, Jakarta - Harga emas anjlok lebih dari 2% pada perdagangan hari Senin, karena investor beralih ke dolar Amerika Serikat (AS) sebagai tempat berlindung yang aman setelah tarif AS yang luas menimbulkan kekhawatiran akan resesi global.
Namun, analis tetap optimis terhadap emas batangan mengingat kondisi ekonomi yang menantang.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (8/4/2025), harga emas di pasar spot turun 2,4% menjadi USD 2.963,19 per ons pada pukul 1:36 siang ET, setelah mencapai level terendah hampir empat minggu di USD 2.955,89 pada awal sesi perdagangan.
Advertisement
Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup 2% lebih rendah pada USD 2.973,60 per ons.
"Harga emas turun karena investor beralih ke uang tunai dan tempat berlindung yang aman lainnya seperti Franc Swiss dan Yen Jepang di tengah gejolak pasar, yang menciptakan risiko koreksi yang lebih dalam," kata analis senior Tradu.com Nikos Tzabouras.
Dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya, menjauh dari level terendah dalam enam bulan yang dicapai minggu lalu. Dolar AS yang lebih kuat membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Kami mengalami banyak tekanan di pasar emas karena masalah likuiditas dan margin yang ditutup oleh spekulan," kata kepala analis komoditas TD Securities Bart Melek.
Ancaman Trump ke China
Indeks saham utama turun dalam perdagangan yang tidak stabil setelah Presiden AS Donald Trump memperingatkan tarif 50% terhadap Tiongkok jika negara itu tidak mencabut tarif balasannya.
Sementara itu, Gedung Putih melabeli laporan Trump yang mempertimbangkan jeda tarif selama 90 hari untuk semua negara kecuali Tiongkok sebagai "berita palsu".
Kontrak berjangka sekarang menunjukkan sekitar 120 basis poin pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS pada bulan Desember, dengan pasar memperkirakan sekitar 37% peluang pemotongan suku bunga AS pada bulan Mei.
Suku bunga yang lebih rendah meningkatkan daya tarik emas batangan karena tidak menghasilkan bunga.
Emas, yang digunakan sebagai investasi aman selama masa ketidakpastian politik dan keuangan, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di USD 3.167,57 Kamis lalu, didorong oleh arus masuk aset safe haven yang kuat di tengah ketidakpastian geopolitik dan permintaan bank sentral yang kuat.
Nasib Harga Emas di Tengah Kepanikan Global soal Tarif Impor Trump
Minggu ini menjadi salah satu pekan paling bergejolak dalam sejarah pasar keuangan global dalam beberapa dekade terakhir, termasuk gejolak harga emas. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menciptakan kejutan besar dengan menerapkan paket tarif impor yang sangat luas, memicu kekacauan yang meluas di pasar dan menimbulkan kekhawatiran besar tentang masa depan perdagangan internasional.
Di tengah kejutan tersebut, emas meskipun mencatat penurunan 2,5% tetap menunjukkan kekuatannya sebagai aset pelindung di tengah ketidakpastian.
Dikutip dari Kitco.com, Senin (7/4/2025), sejak awal masa jabatannya, Presiden Donald Trump dikenal dengan pendekatan proteksionis dalam kebijakan perdagangannya. Namun, pengumuman pada hari Rabu (2/4) mengejutkan banyak pihak.
Dengan satu pengumuman dramatis yang bahkan digambarkan oleh sebagian pedagang sebagai “poster raksasa" Trump memberlakukan salah satu kebijakan tarif terbesar yang pernah diterapkan oleh AS.
Alih-alih mengambil pendekatan yang terarah dan terbatas seperti yang diharapkan oleh banyak analis dan pelaku pasar, Trump justru mengguncang pondasi perdagangan global.
Ini bukan sekadar ketidakpastian ekonomi ini adalah gangguan sistemik yang menciptakan apa yang digambarkan sebagai “kehancuran ekonomi yang pasti.”
Kebijakan tarif ini langsung berdampak pada rantai pasokan global, memicu gangguan terbesar sejak krisis pandemi COVID-19. Perusahaan multinasional yang sangat bergantung pada jaringan produksi global kini dipaksa untuk menilai ulang strategi mereka, sementara pasar keuangan global mengalami tekanan luar biasa.
Advertisement
Pasar Saham Tertekan, Emas Tetap Jadi Penjaga Nilai
Kondisi pasar saham minggu ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam dari investor global. Indeks utama seperti S&P 500 anjlok 9% hanya dalam satu minggu—penurunan paling tajam sejak Mei 2020.
Sentimen pasar yang sebelumnya rapuh kini benar-benar terguncang oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi, meningkatnya inflasi, dan risiko resesi global.
Namun, di tengah semua tekanan ini, emas menunjukkan kekuatan relatifnya. Memang benar, harga emas turun 2,5% dalam sepekan, mengakhiri tren kenaikan selama lima minggu berturut-turut.
Jika dibandingkan dengan penurunan tajam di pasar saham, penurunan emas tergolong kecil. Harga spot emas masih bertahan di atas level psikologis penting, USD3.000 per ons.
Para analis memperingatkan bahwa harga masih memiliki ruang untuk turun, dengan potensi menguji level dukungan di sekitar USD2.800 per ons. Namun demikian, banyak yang melihat koreksi ini sebagai peluang jangka panjang bagi investor yang ingin masuk ke pasar logam mulia.
Emas dan Politik Global: "America Alone" dan Diversifikasi Dolar
Salah satu implikasi besar dari kebijakan tarif Trump adalah perubahan persepsi global terhadap AS sebagai mitra dagang. Beberapa analis menilai bahwa slogan "America First" kini mulai bergeser menjadi "America Alone", di mana negara-negara lain mulai mencari mitra dagang baru yang lebih stabil dan dapat diandalkan.
Jika tren ini berlanjut, dampaknya bisa meluas ke sektor keuangan global. Bank-bank sentral di seluruh dunia kemungkinan akan mempercepat diversifikasi cadangan devisa mereka dari dolar AS. Dalam skenario seperti ini, emas menjadi pilihan utama karena perannya sebagai aset moneter yang independen dan bebas dari risiko politik satu negara.
Meskipun emas masih menunjukkan ketahanan, logam mulia lainnya seperti perak mengalami nasib berbeda. Harga perak anjlok hampir 14% dalam seminggu, turun di bawah USD30 per ons. Penurunan ini terjadi karena lebih dari setengah permintaan perak berasal dari sektor industri, yang sangat rentan terhadap perlambatan ekonomi dan gangguan perdagangan global.
Rasio emas terhadap perak kini melonjak di atas angka 100—level tertinggi sejak Juni 2020 menandakan bahwa emas saat ini jauh lebih unggul dalam menarik minat investor.
Namun, para analis belum menyerah terhadap perak. Dalam jangka panjang, tren global menuju elektrifikasi dan energi bersih akan terus mendukung permintaan logam industri, termasuk perak. Diharapkan, setelah gejolak perdagangan mereda dan stabilitas kembali tercipta, harga perak akan mulai mengejar ketertinggalannya terhadap emas.
Advertisement
