Liputan6.com, Jakarta - Indeks utama bursa saham Amerika Serikat (AS) Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun untuk hari ketiga menyusul penerapan tarif Presiden AS Donald Trump. Bahkan, Donald Trump mengancam tarif yang lebih tinggi terhadap China pada hari Senin setelah negara tersebut menerapkan tarif balasan ke AS.
Dalam sesi perdagangan yang sangat liar di hari Senin karena para pelaku pasar mencoba berspekulasi kapan pasar akan mencapai titik terendah dari kekacauan tarif Trump, Dow Jones mencatatkan perubahan poin intraday terbesar yang pernah tercatat.
Advertisement
Baca Juga
Volume perdagangan juga mencapai level tertingginya dalam setidaknya 18 tahun, dengan pasar memperdagangkan sekitar 29 miliar saham. Itu melampaui volume hari Jumat sebesar 26,77 miliar saham, serta volume rata-rata 10 hari sebesar 16,94 miliar saham.
Advertisement
Mengutip CNBC, Selasa (8/4/2025), Dow Jones Industrial Average turun 349,26 poin atau 0,91% dan ditutup pada 37.965,60. Rata-rata harga 30 saham telah turun lebih dari 1.700 poin selama sesi Senin terendahnya. Kemudian, indeks berayun 2.595 poin dari posisi terendah ke tertinggi, dalam pembalikan rekor.
Indeks S&P 500 turun 0,23% dan ditutup pada 5.062,25. Indeks ini sempat memasuki wilayah pasar bearish selama sesi perdagangan Senin tetapi terakhir turun hampir 18% dari posisi tertingginya baru-baru ini.
Nasdaq Composite naik tipis 0,10% hingga ditutup pada 15.603,26. Investor masuk untuk membeli beberapa saham teknologi berkapitalisasi besar seperti Nvidia dan Palantir. Pada posisi terendahnya dalam sesi tersebut, indeks yang sarat teknologi ini turun lebih dari 5%.
Bursa saham AS mengalami reli jangka pendek pada satu titik yang membawa Dow Industrials ke wilayah positif. Spekulasi tentang semacam jeda tarif beredar di media sosial, yang berkontribusi pada lonjakan tersebut.
Namun, Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa setiap pembicaraan tentang jeda 90 hari adalah "berita palsu" dan INdeks utama Wall Street kembali merosot.
S&P 500 telah kehilangan lebih dari 10% dalam tiga sesi perdagangan terakhir dalam rentang terburuknya sejak merebaknya Covid pada tahun 2020.
Â
Aksi Saling Balas
Meskipun terjadi aksi jual, Gedung Putih tetap menantang, menegaskan kembali bahwa serangkaian tarif yang sangat tinggi yang diumumkan Rabu malam akan berlaku pada 9 April, sesuai jadwal.
Tiongkok membalas pada hari Jumat dan negara-negara lain sedang mempersiapkan tarif balasan mereka sendiri.
Trump mengancam Beijing pada hari Senin dengan tarif yang lebih tinggi melalui Truth Social: "Jika Tiongkok tidak menarik kenaikan 34% di atas penyalahgunaan perdagangan jangka panjang mereka paling lambat besok, 8 April 2025, Amerika Serikat akan mengenakan tarif tambahan pada Tiongkok sebesar 50%, berlaku mulai 9 April. Selain itu, semua pembicaraan dengan Tiongkok mengenai pertemuan yang diminta dengan kami akan dihentikan!"
Trump juga menegaskan kepada wartawan pada hari Senin bahwa tidak ada jeda dalam rencana tarif yang sedang dinilai.
"Presiden kehilangan kepercayaan dari para pemimpin bisnis di seluruh dunia. ini bukan yang kita pilih," tulis miliarder Pershing Square Bill Ackman di X.
"Presiden memiliki kesempatan pada hari Senin untuk meminta waktu istirahat dan memiliki waktu untuk memperbaiki sistem tarif yang tidak adil. Atau, kita sedang menuju musim dingin nuklir ekonomi yang ditimbulkan sendiri, dan kita harus mulai berdiam diri." tambah dia.
Â
Advertisement
50 Negara Negosiasi
Pemerintah AS mengatakan setidaknya 50 negara telah menghubungi untuk memulai negosiasi. Vietnam telah menawarkan untuk memangkas tarif terhadap AS menjadi nol, menurut Trump, tetapi penasihat perdagangan Peter Navarro mengatakan kepada CNBC pada hari Senin bahwa itu tidak cukup dan bahwa "yang penting adalah kecurangan non-tarif."
Ini menunjukkan negosiasi dapat berlangsung lebih lama dari yang diinginkan Wall Street.
Kekhawatiran tumbuh di Wall Street bahwa aksi jual akan berdampak pada dirinya sendiri dengan dana lindung nilai yang dipaksa menjual ekuitas dan aset berisiko lainnya untuk mengumpulkan uang tunai yang dibutuhkan untuk memenuhi panggilan margin.
Indeks Volatilitas CBOE, pengukur ketakutan Wall Street, melonjak setinggi level 60 pada hari Senin, ambang batas ekstrem yang hanya terlihat selama pasar melemah.
"Margin call sedang berlangsung saat kita berbicara," kata kepala ekonom Chris Rupkey di FWDBONDS.
"Untuk hari ketiga berturut-turut investor di pasar ekuitas AS telah menolak tarif Hari Pembebasan Gedung Putih yang telah mengguncang Wall Street."
