PWNU Imbau Pemprov DKI Perhatikan Larangan Penjualan Miras

Lakpesdam PWNU DKI melakukan survei mengenai perilaku konsumsi minumal beralkohol (miras) remaja di Jabodetabek. Hasilnya mengejutkan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 16 Agu 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2017, 08:15 WIB
Miras-Minuman Beralkohol
Ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PWNU) DKI Jakarta menilai, tata kelola atau regulasi tentang minuman beralkohol (miras) haruslah mendapat perhatian serius dari Pemprov DKI Jakarta.

"Kalau kebijakan pemerintah berdampak pada maraknya peredaran, serta semakin mudahnya minuman oplosan didapatkan di pinggir-pinggir jalan, saya kira ini adalah langkah yang sangat keliru dari pemerintah," ujar Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Mohammad Shodri di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Agustus 2017.

Shodri menjelaskan, Lakpesdam PWNU DKI Jakarta telah melakukan survei, mengenai perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja di Jabodetabek. Survei dilakukan pada remaja usia 12 hingga 21 tahun.

Hasilnya, kata Shodri, cukup mengejutkan. Karena 71,5 persen dari 327 responden remaja membeli minuman oplosan dengan mudah di warung pinggir jalan.

Karena itu, kata Shodri, pihaknya merekomendasikan beberapa hal kepada Pemprov DKI Jakarta, agar fokus pada produksi, distribusi, dan pengawasan.

Penjualan minuman beralkohol, kata dia, juga wajib memenuhi standar kesehatan melalui registrasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Karena, kalau dilarang total berdampak pada konsumsi minuman oplosan, dan itu lebih berbahaya," kata dia.

Tak hanya itu, kata Shodri, Pemprov DKI dan pelaku usaha juga wajib memberikan edukasi dan informasi yang jelas. Khususnya mengenai larangan konsumsi minuman beralkohol di bawah umur 21 tahun, serta bahaya konsumsi alkohol berlebihan.

Shodri juga mengimbau Pemprov DKI agar memberlakukan kontrol pembeli minuman beralkohol legal, sesuai batas umur yang diisyaratkan yaitu 21 tahun ke atas. Pelaku usaha juga harus bertanggung jawab, dengan memeriksa identitas setiap konsumen.

"Jadi seluruh stakeholder harus terlibat di sini. Pemerintah bekerja sama dengan pelaku usaha serta masyarakat, wajib memberikan edukasi mengenai bahaya (minuman) oplosan dan bahaya konsumsi minuman beralkohol di bawah 21 tahun," Shodri menandaskan.

Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PWNU) DKI Jakarta melakukan survei, mengenai perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja di Jabodetabek.

Survei yang dilakukan selama kurang lebih enam bulan ini, bekerja sama dengan Pusat Penguatan Otonomi Daerah (PPOD), yang dilakukan pada 327 responden remaja usia 12 hingga 21 tahun.

Sementara, Kepala Departemen Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Abdul Wahid Hasyim mengatakan, melalui Permendag Nomer 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, pemerintah melarang penjualan minuman beralkohol golongan A di minimarket dan toko pengecer lainnya.

Abdul menyebut, berdasarkan hasil riset ini minuman alkohol golongan A semakin sulit diakses. Tetapi berdampak pada peredaran minuman oplosan yang meningkat, dan justru dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur.

"Konsumsi alkohol oplosan terjadi karena mudahnya memperoleh minuman oplosan di pinggir jalan dan tanpa pengendalian. Dari jumlah responden yang sering konsumsi alkohol, 71,5 persen mengaku membeli minuman oplosan di warung jamu," kata dia.

Sedangkan sisanya, lanjut Abdul, 14,3 persen membeli miras di warung kelontong dan 7,1 persen melalui perantara. Warung jamu menjadi pilihan utama responden karena mudah diakses, jarang ada razia, dan ada di hampir setiap sudut jalan serta gang.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya