Liputan6.com, Jakarta - Masa Kerja Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berakhir pada 28 September 2017. Namun, perpanjangan atau tidaknya Pansus tersebut masih menjadi perdebatan.
Ketua MPR Zulkifli Hasan berharap, Pansus Hak Angket KPK selesai tepat waktu, tanpa ada perpanjangan masa kerja.
"Saya berpendapat ini sudah selesai, sudahlah selesaikan," kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2017).
Advertisement
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, sejak awal memang pihaknya tidak mendukung Pansus. Karena berdasarkan prinsip yang ada, pihaknya ingin tetap memperkuat KPK.
"Begini, kalau angket KPK itu kalau kita bisa mundur dan menggagalkan (KPK) kita akan mundur, enggak usah ikut. Apalagi ingin membekukan, membubarkan, kita pasti nomor satu (menolak)," ujar dia.
Kendati, Zulkifli menyarankan, agar KPK dapat menghadiri undangan Pansus. Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan jawaban, untuk menolak permintaan adanya putusan sela hak angket KPK.
"KPK juga, datang dong, kenapa harus menghindar?" imbau Zulkifli Hasan.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Â
Habis Masa Kerja
Masa kerja Pansus Hak Angket KPK akan berakhir pada 28 September 2017.
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar mengatakan, pihaknya tidak akan memperpanjang masa kerja. Namun, hal ini terjadi jika pimpinan KPK memenuhi panggilan Pansus.
"Saya kira begitu (tidak memperpanjang)," ucap Agun di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis 14 September 2017.
Kendati, Agun akan tetap menggelar musyawarah mufakat terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan perpanjangan atau tidak.
"Yang jelas kita akan tetap kerja sampai sebelum tanggal 28, sebelum itu kita sudah ada keputusan," tandas Agun.
Sementara, KPK dengan tegas menolak undangan menghadiri rapat dengan Pansus Hak Angket. Wakil Ketua KPK Laode M Syarief beralasan, lembaga antirasuah itu bukanlah subjek untuk angket.
Menurut Laode, hal itu diperkuat oleh beberapa pendapat para ahli hukum tata negara, ahli hukum administrasi negara, serta mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kenapa kami menganggap KPK bukan sebagai subjek angket? Itu bukan saya yang berpendapat atau instansi KPK," ucap Laode di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa, 12 September 2017.
Menurut Laode, KPK akan menunggu putusan MK. Para pegawai lembaga antikorupsi itu tengah mengajukan uji materi ke MK. Namun, proses uji materi masih berlangsung dan belum terdapat kepastian hukum.
"Kami memilih menunggu keputusan MK. Jika bilang KPK subjek angket, kami akan menghadiri pemanggilan pansus angket. Saya kira itu jawabnya," tegas Laode.
Sedangkan, MK sendiri baru-baru ini menolak mengeluarkan putusan provisi atau putusan sela, atas permohonan uji materi soal hak angket, yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Putusan ini terkait permintaan dari salah satu pemohon uji materi, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK, agar MK mengeluarkan putusan provisi. Mereka ingin proses angket oleh Pansus DPR RI terhadap KPK berhenti selama uji materi masih berlangsung.
Penolakan putusan sela ini berdasarkan suara terbanyak hakim konstitusi menolak pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 6 September 2017. RPH yang dihadiri delapan hakim--minus Saldi Isra karena tengah menunaikan ibadah haji, gagal mencapai mufakat dan mengambil suara terbanyak.
Namun, putusan dengan suara terbanyak tidak dapat diambil juga. Sebab, empat hakim menolak, yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, dan Wahiduddin Adams. Empat hakim lainnya yang mengabulkan, yakni I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan MP Sitompul, dan Maria Farida Indrati.
Sebagaimana Pasal 45 ayat 7, UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK, keputusan akan ditentukan ketua MK. Namun, Ketua MK Arief Hidayat merupakan satu dari empat hakim yang menolak permohonan putusan sela atas uji materi hak angket.
Advertisement