Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan reklamasi Teluk Jakarta dapat dilanjutkan. Pasalnya, semua masalah telah diselesaikan dan pengembang telah memperbaiki persyaratan administrasi yang dikenakan sanksi.
Namun, menurut politikus PKS, Memed Sosiawan, pencabutan moratorium reklamasi justru akan semakin cepat menenggelamkan Teluk Jakarta.
"Sebab reklamasi 17 pulau tersebut akan memperparah banjir tahunan yang berasal dari 13 sungai yang mengalami sedimentasi dengan cepat dan penurunan muka tanah serta intrusi air laut yang terjadi di Teluk Jakarta," kata Memed dalam siaran persnya, Selasa (10/10/2017).
Advertisement
Memed menyarankan kepada Pemerintah DKI Jakarta yang sebentar lagi dilantik agar memperhatikan bahaya reklamasi parsial terhadap Teluk Jakarta, dan kembali mendalami, mengoreksi serta melanjutkan konsep Master Plan The National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) demi kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat Jakarta.
Ia melihat ada dua isu penting dalam rangka menyelamatkan Jakarta dari bencana yang selalu terjadi, yaitu melindungi Ibu Kota terhadap datangnya banjir dari laut dan intrusi air laut yang asin ke akuifer air tawar yang dapat mengontaminasi sumber air minum. Ini juga untuk melindungi Jakarta terhadap banjir yang datangnya dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.
"Sejak 2011, sebenarnya Pemerintah telah bekerja sama dengan pemerintah Belanda untuk mereduksi dan mencegah banjir yang terjadi di Jakarta, dengan Program Bersama yang bernama, The Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). Kerja sama bilateral itu kemudian dilanjutkan dengan nama, The National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) project," ungkap Memed.
Reklamasi Teluk Jakarta dihentikan berdasarkan Moratorium yang dikeluarkan sesuai keputusan Menteri LHK pada 10 Mei 2016. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan terbitnya Surat Moratorium Menteri LHK, antara lain terkait izin lingkungan.
Lalu, kata dia, pengembang tidak dapat menjelaskan secara rinci sumber dan jumlah material pasir uruk serta batu untuk reklamasi. Juga ada perbedaan perusahaan penyedia pasir urug tercantum dalam dokumen lingkungan dan perusahaan penyedia di lapangan. Pengembang juga tak dapat menjelaskan rinci sumber jumlah material tanah uruk (tanah merah) untuk reklamasi.
Perusahaan juga tak menyampaikan pengamatan maupun pencatatan lapangan tentang tanah mereka dalam laporan pelaksanaan rencana rencana pemantauan lingkungan (RPL).
Pelanggaran lain, kata dia, perusahaan melaksanakan reklamasi Pulau C dan D, tak sesuai urutan seharusnya. Juga tak membuat kanal alur keluar yang memisahkan Pulau C dan D, dan ditemukan pendangkalan sekitar Pulau C dan D. Perusahaan juga membangun turap penahan gelombang di sisi utara dan sebagian timur, menggunakan batu gunung bukan tetrapod.
Pencabutan Moratorium Reklamasi
Pemerintah resmi mencabut moratorium pembangunan megaproyek reklamasi Teluk Jakarta. Kemenko Maritim memberi lampu hijau untuk melanjutkan pembangunan proyek reklamasi ke Pemprov DKI melalui surat bernomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017. Surat tertanggal 5 Oktober 2017 itu merupakan jawaban surat Pemprov DKI.
Sebelumnya, Pemprov DKI mengajukan surat ke Kemenko Kemaritiman pada 23 Agustus dan 2 Oktober 2017. Isinya meminta peninjauan kembali moratorium reklamasi.
Kemenko Kemaritiman melakukan rapat koordinasi dengan Pemprov DKI. "Disepakati bahwa Reklamasi Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada permasalahan lagi dari segi teknis maupun segi hukum," bunyi surat Kemenko Kemaritiman.
Surat yang sama juga menegaskan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencabut sanksi administratif kegiatan PT Kapuk Naga Indah dan PT Muara Wisesa Samudra. Perusahaan-perusahaan itu merupakan pengembang pulau reklamasi C, D, dan G.
Saksikan video di bawah ini:
Advertisement