Gerindra Menolak, DPR Sepakat Pembahasan Perppu Ormas Dilanjutkan

Karena suara mayoritas fraksi yang ada di DPR menyetujui pembahasan dilanjutkan, maka Fraksi Gerindra dan PKS tetap ikut dalam pembahasan.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 17 Okt 2017, 02:01 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2017, 02:01 WIB
Tolak Perppu Ormas, Ribuan Massa Gelar Aksi di Kawasan Monas
Peserta aksi wanita membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di Pintu Barat Monas, Jakarta, Selasa (18/7). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - DPR melalui Komisi II hari ini kembali membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Pembahasan kali ini mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).

Rapat hari ini beragendakan mendengarkan pandangan fraksi mengenai Perppu Ormas. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Azikin Solthan mengatakan, partainya menolak Perppu Ormas dan tidak setuju pembahasannya dilanjutkan.

Namun, karena suara mayoritas fraksi yang ada di DPR menyetujui pembahasan dilanjutkan, maka Fraksi Partai Gerindra pun tetap ikut dalam pembahasan.

"Kita menolak Perppu itu tapi kita tetap ikut pembahasan, sehingga kita bisa memantau pembahasan tersebut. Mungkin dalam pembahasan kami bisa memberikan kepada temen-temen lain terhadap alasan-alasan Partai Gerindra menolak Perppu Nomor 2 tersebut," ujar dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Sementara, sejumlah fraksi yang sebelumnya tidak mendukung Perppu Ormas seperti PAN dan PKS, dalam menyampaikan pandangannya memang menolak Perppu tersebut. Namun, menyetujui jika pembahasan Peprpu Ormas dilanjutkan.

"Menolak rancangan UU dari Perppu ini. Namun setuju dibahas untuk mendapat keterangan dari pihak pro kontra dari Perppu ini," ucap Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera.

Pandangan yang sama juga disampaikan PAN yang ingin pembahasan dilanjutkan, meski menolak Perppu Ormas.

"Melihat perdebatan yang panjang, maka Fraksi PAN melihat penjelasan pemerintah. PAN sudah mengkaji dan siap membahas lebih lanjut dengan syarat, yakni Komisi II dan pemerintah wajib menghadirkan pihak yang kontra maupun pro untuk kita dengarkan di ruangan ini, agar fraksi-fraksi bisa secara lengkap," tutur anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto.

Lalu, Mendagri Tjahjo Kumolo yang turut hadir berharap, Perppu Ormas segera disahkan DPR menjadi undang-undang. Apalagi, kata dia, hampir semua fraksi menyepakati pembahasan Perppu Ormas dilanjutkan.

"Secara keseluruhan pada prinsipnya setuju untuk dibahas. Soal ada pandangan yang mempertanyakan pandangan yang urgensinya, saya kira semua sepakat ini harus kita bahas bersama karena Pancasila, ideologi negara, NKRI itu bagian yang sudah final," kata Tjahjo.

"Makanya terkait ormas ini kan saya yakin seluruh anggota fraksi yang Pak Ketua (Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali) sudah merumuskan semua sepakat sebenernya," Mendagri melanjukkan.

Dia yakin, nantinya segala pandangan yang diberikan fraksi terhadap Perppu Ormas juga akan menjadi masukan bagi pemerintah.

"Saya yakin ini muaranya mau mengingatkan bahwa negara punya aturan, pemerintah punya kewenangan, dan kewenangan itu dilindungi oleh undang-undang," Tjahjo menandaskan.

Sebanyak sembilan fraksi di DPR setuju dengan pembahasan Perppu Ormas dibahas lebih lanjut. Mereka adalah PDIP, Golkar, Demokrat, PPP, Nasdem, PKB, Hanura, PAN, dan PKS.

PAN dan PKS menolak Perppu Ormas namun tetap ingin dibahas lebih lanjut. Sementara, Gerindra dengan tegas menolaknya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

5 Alasan PKS Menolak

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera menegaskan, partainya secara konsisten menolak Perppu Ormas.

Kendati, Mardani mengatakan, Fraksi PKS setuju pembahasan Perppu Ormas dilanjutkan untuk mendengar masukan tambahan argumentasi dari pakar, serta ormas yang akan dihadirkan di Komisi II DPR RI pada 17 hingga 19 Oktober 2017.

"Kami Fraksi PKS menyatakan tegas menolak RUU Penetapan Perppu Ormas menjadi undang-undang," ujar Mardani.

Menurut dia, setidaknya ada lima alasan yang dijadikan landasan PKS menolak Perppu Ormas dijadikan undang-undang. Pertama, Fraksi PKS menilai bahwa penerbitan Perppu Ormas tidak memenuhi urgensi dan menjadi 'Hal Ihwal Kegentingan yang Memaksa'.

"Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUDNRI Tahun 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU-VII/2009 Mahkamah Konstitusi, dalam Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009 dalam perkara Permohonan Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menerjemahkan hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UUDNRI Tahun 1945 sehingga memerlukan Perppu," papar dia.

Alasan tersebut, menurut Mardani, tidaklah berdasar karena dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat telah diatur, tentang prosedur pemberian sanksi terhadap ormas yang melakukan pelanggaran.

"Dengan demikian, penerbitan Perppu tentang Ormas ini tidak memenuhi prasyarat prosedural yang ditetapkan, karena pada praktiknya UU tentang Ormas telah memadai, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum," kata dia.

Kedua, lanjut Mardani, Fraksi PKS menilai bahwa Perppu Ormas melakukan pembatasan terhadap hak-hak berserikat dan berkumpul, yang bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis.

"Hak untuk berserikat dan berkumpul merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi. Pembatasan terhadap hak-hak berserikat dan berkumpul yang diakomodasi dalam Perppu tentang Ormas sangatlah mengancam kehidupan demokratis dalam negara hukum," terang dia.

Ketiga, sambung Mardani, Fraksi PKS menilai bahwa Perppu Ormas mengandung ambiguitas yang rawan ditafsirkan secara sewenang-wenang oleh pelaksana kebijakan.

"Misalnya, dalam hal norma tentang larangan bagi ormas dalam berkegiatan, yang meliputi pula larangan untuk menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang (Pasal 59 Ayat (4)," dia mencontohkan.

Keempat, Mardani menyebut, Fraksi PKS menilai Perppu Ormas berpotensi memunculkan rezim otoriter, dengan menghilangkan peran pengadilan dalam pembubaran ormas.

"Hal yang sangat krusial dan fatal yang diatur dalam Perppu tentang Ormas, sehingga menjadikan Perpu ini sebagai ancaman bagi pelaksanaan demokrasi di negara hukum Indonesia, adalah dihilangkannya peran pengadilan dalam pembubaran ormas dan diambil alih oleh pemerintah," tutur dia.

Selain menghilangkan peran pengadilan dalam pembubaran ormas, kata Mardani, dalam Perppu ini juga pemerintah menyederhanakan dan menghilangkan tahapan-tahapan pembubaran ormas. Padahal, sebelumnya diatur secara berjenjang dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Kelima, lanjut Mardani, Fraksi PKS menilai Perppu Ormas memuat sanksi pidana yang berpotensi disalahgunakan untuk melakukan kriminalisasi.

Melalui Perppu tentang Ormas ini, kata Mardani, Pemerintah menambah berat sanksi pidana dalam hal penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dilakukan orang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas, menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

"Pemberian sanksi pidana ini tentu memperberat pemidanaan dalam tindak pidana penyalahgunaan, penistaan, dan penodaan terhadap agama. Dalam Pasal 156 a KUHP berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama," kata dia.

"Ditegaskan bahwa perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun," imbuh Mardani.

Menurut Mardani, pemberatan sanksi pidana dalam perkara penyalahgunaan, penistaan, dan penodaan terhadap agama dalam konteks pelanggaran ormas yang diatur dalam Perppu Ormas ini, tidaklah tepat. Karena tidak konsisten dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain mengenai norma yang sama.

"Selain itu, ketentuan ini sangat rawan untuk dijadikan senjata oleh pihak-pihak tertentu, untuk melakukan kriminalisasi terhadap orang-orang tertentu dengan dalih penodaan terhadap agama," ujar dia.

Bahkan, Mardani menilai, ketentuan ini dapat dijadikan celah untuk memberangus kegiatan ormas dengan mengkriminalisasikan anggota dan atau pengurus ormas tersebut, dengan menggunakan pasal tentang penodaan agama.

Mardani menambahkan, Perppu Ormas bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 37. Perppu Ormas jelas bertentangan dengan konstitusi.

"Hal ini dibuktikan pada Pasal 59 ayat 4 huruf c ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam penjelasan pasal tersebut, ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila adalah yang ingin mengubah konstitusi," tandas Mardani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya