KPK Menunggu Setya Novanto Bertobat

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyampaikan, pihaknya masih menunggu kesadaran dari Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Nov 2017, 22:25 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2017, 22:25 WIB
Setya Novanto
Ketua Umum DPP Golkar Setya Novanto saat tiba menghadiri rapat pleno di Gedung DPP Golkar, Jakarta, Rabu (11/10). Setya Novanto juga telah memenangkan sidang praperadilan terkait kasus e-KTP. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Tersangka kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, penyidik KPK masih belum mau memanggil paksa Ketua DPR ini.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyampaikan, pihaknya masih menunggu kesadaran dari Ketua Umum Partai Golkar tersebut untuk mengikuti proses hukum.

“Nanti dulu, jangan andai-andailah, enggak baik, siapa tahu besok kemudian tiba-tiba dia, Allah bekerja sama, dia sadar, datang, mengakui, kan lebih bagus begitu kan,” ujar Saut di Depok, Jawa Barat, Senin (13/11/2017).

Dia mengaku memiliki alasan tersendiri, kenapa pihaknya tak mau berandai-andai terhadap penjemputan paksa Setya Novanto.

“Jangan andai-andai dulu lah. Setiap orang punya pintu tobatnya kok,” kata Saut.

Saut menuturkan, KPK kini lebih berhati-hati menghadapi Setya Novanto yang terkadang melakukan 'serangan balik' kepada KPK. Termasuk menahan yang bersangkutan.

“Jangan dulu (ditanya soal penahanan). Nanti ktia lihat dululah,” tutur Saut.

Kembali mangkir, Setya Novanto beralasan tengah menghadiri acara ulang tahun Partai Golkar di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ini merupakan ketiga kalinya Setnov dipanggil sebagai saksi dalam perkara korupsi e-KTP dengan tersangka Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Secara hukum, pemanggilan paksa terhadap pihak yang tiga kali berturut-turut tak hadir adalah sah.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang sudah mengumumkan status Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, Jumat 10 November 2017.

KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) pada 31 Oktober 2017. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari total paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya