Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memastikan pihaknya tak mau tergesa-gesa memeriksa Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono terkait kasus megakorupsi e-KTP. Pasalnya, SBY disebut membentuk tim tersendiri untuk menggarap proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.
"Ya kita lihatlah. Jadi jangan berandai-andai. (Apakah) Ada keperluan (SBY) atau tidak," ujar Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018).
Agus mengatakan, pihaknya masih menunggu perkembangan penyidikan terkait kejanggalan tim pengarah e-KTP yang dibentuk SBY. "Nanti kita lihat, kita tunggu perkembangannya ya," kata Agus.
Advertisement
Sebagai informasi, dalam dokumen pemeriksaan terhadap mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi disebutkan bahwa SBY membentuk tim pengarah proyek e-KTP.
Dalam dokumen itu disebut tim dibentuk setelah dirinya melaporkan hasil rapat dengan Komisi II DPR terkait penyediaan database kependudukan yang akurat pada pelaksanaan Pilkada tahun 2011 dan Pemilu tahun 2014.
Kemudian, atas tindak lanjut dari laporannya itu, Wakil Presiden Boediono mengumpulkan sejumlah pejabat untuk rapat. Para pejabat tersebut, antara lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menkeu Sri Mulyani, Dirjen Anggaran Kemenkeu Anny Ratnawati, serta Kepala BPKP Mardiasmo.
SBY Terbitkan Keppres
Pada 25 Mei 2010, SBY pun menerbitkan Keppres Nomor 10 tentang pembentukan tim pengarah penerbitan NIK dan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional yang diketuai Djoko Suyanto.
Gamawan mengaku terkejut dengan adanya tim pengarah yang dilahirkan melalui keppres oleh SBY ini.
"Saya tidak tahu siapa yang mengusulkan hingga kemudian diterbitkan Keppres Nomor 10 tahun 2010. Yang jelas tidak ada usulan dari Kemendagri untuk diterbitkan keppres tersebut," ungkap dia.
Nama Gamawan Fauzi kerap disebut dalam perkara korupsi E-KTP. Bahkan, dalam dakwaan jaksa penuntut KPK pada terdakwa Setya Novanto, mantan Gubernur Sumatera Barat ini juga diduga menerima uang Rp 50 juta, satu unit ruko di Grand Wijaya, serta sebidang tanah di Jalan Brawijaya III.
Menurut Jaksa, uang dan aset itu diterima Gamawan melalui adiknya, Asmin Aulia. Namun, hal tersebut dibantah tegas oleh Gamawan.
Advertisement