Liputan6.com, Jakarta - Peneliti ICW, Lalola Easter, menilai sejumlah pasal dalam revisi KUHP dapat mengkriminalisasi pegiat antikorupsi. Banyak pasal-pasal yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dihidupkan kembali dalam revisi tersebut.
"Masyarakat sipil dan pegiat korupsi akan kehilangan kemampuan dalam mengkritik pemerintahan karena dikekang undang-undang. Ini merupakan pemberangusan yang ekstrem terhadap upaya penghidupan demokrasi," kata Lola di Jakarta, Minggu (10/6/2018).
Baca Juga
Dia mengatakan, revisi KUHP saat ini mengatur banyak pasal pidana yang berpotensi digunakan untuk membungkam para pegiat antikorupsi dan masyarakat lainnya.
Advertisement
Delik-delik ini antara lain penghinaan Presiden dan Wakil Presiden serta pernyataan permusuhan pada pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Revisi KUHP ini membuatnya pesimistis terhadap nasib pengadilan ke depan.
"Pengadilan dan pemerintah yang tanpa kesalahan. Dalam banyak perkara mereka justru berpermasalahan. Jadi kalau misalnya fungsi kritik tidak berjalan, evaluasi dan masyarakat sipil tidak berjalan, saya tidak bisa membayangkan lembaga negara bisa survive ke depannya," ujar Lola.
Â
35 Aktivis Dikriminalisasi
Terlebih, lanjut dia, tanpa pasal itupun sudah ada 35 aktivis yang dikriminalisasi dengan Undang-Undang ITE atau pasal pencemaran nama baik. Delapan orang di antaranya aktivis antikorupsi.
"ICW sendiri ada tiga orang yang pernah dijerat pakai pasal ini, terlepas statusnya sebagai saksi atau tersangka. Itu terkait dengan aktivitas yang kami lakukan dalam mengkritik lembaga negara tertentu, pihak indvidu tertentu," ujar Lola.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement