Hantu Gunung hingga Sumpah Pocong di Sidang Fredrich Yunadi

Fredrich Yunadi tak terima dijadikan tersangka perkara merintangi proses hukum kasus e-KTP oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Jun 2018, 13:04 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2018, 13:04 WIB
Mantan Penasehat Hukum Setya Novanto Dituntut 12 Tahun
Terdakwa perkara merintangi penyidikan KPK pada kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/5). Sidang mendengar tuntutan JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Fredrich Yunadi tak terima dijadikan tersangka perkara merintangi proses hukum kasus e-KTP oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia tetap bersikukuh, sebagai pengacara, KPK tak bisa dijeratnya.

Selain itu, lanjut dia, yang berhak memperkarakannya dalam hal ini adalah penegak hukum lainnya seperti kepolisian. Sebab, dia diduga merintangi proses hukum, bukan melakukan tindak pidana korupsi.

Lantaran hal tersebut, Fredrich berlaku semaunya ketika berkas perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Fredrich awalnya tak mau datang saat pembacaan dakwaan.

Namun, dia berubah pikiran dengan menyatakan akan diam seribu bahasa. Dalam aksi diam Fredrich, jaksa tetap membacakan dakwaan. Alhasil, Fredrich yang tengah mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan harus menjadi terdakwa merintangi proses hukum kasus e-KTP.

Bahkan Fredrich dituntut maksimal, yakni 12 tahun penjara. Jaksa menyebut tak ada hal yang meringankan untuk Fredrich. Sebab, dari awal persidangan hingga akhir Fredrich kerap marah-marah dan melakukan aksi-aksi aneh dalam persidangan.

Menurut catatan Liputan6.com, ada sejumlah kejadian unik ketika sidang berlangsung. Berikut serba-serbi yang terjadi selama sidang Fredrich Yunadi:

Hantu Gunung

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi pada Jumat 27 April 2018, jaksa KPK menghadirkan Setya Novanto. Pada sidang tersebut terungkap bahwa pria yang kerap disapa Setnov hendak dibikin gila.

Jaksa Takdir M Suhan sempat memutar rekaman percakapan antara Fredrich dengan pria bernama Viktor. Awalnya, Jaksa Takdir bertanya kepada Setnov apakah kerap berkomunikasi dengan Fredrich, baik langsung maupun melalui telepon.

Jaksa Takdir memastikan apakah Setnov mengenal betul suara Fredrich. Setnov mengaku hafal dengan suara Fredrich yang merupakan mantan kuasa hukumnya. Saat itu Setnov dihadirkan dalam sidang dengan terdakwa Bimanesh Sutarjo.

Kemudian, Jaksa Takdir meminta izin kepada hakim untuk memutar rekaman percakapan Fredrich dengan Viktor yang terjadi pada 18 Desember 2017. Sejauh ini, belum diketahui identitas Viktor.

Viktor menyarankan agar Setnov dibikin gila di ruang sidang. Viktor mengaku memiliki teman yang bisa membuat seseorang menjadi gila untuk sementara waktu.

"Pak Setnov. Ya, itu kan bermain-main, berpura-pura itu. Kalau mau ada teman saya, dia jago dia, kalau sidang dibikin gila. Dokter periksa dia gila nanti. Dia di Bangka. Kemarin saya bilang kamu yakin, yakin, saya kirim hantu gunung nanti pas diperiksa," kata Viktor dalam percakapan.

Kemudian Fredrich menyambut percakapan tersebut. Fredrich pun berencana untuk membicarakan hal tersebut lebih jauh.

"Iya seperti binatang itu kan," kata Fredrich Yunadi.

Kemudian Viktor kembali menjelaskan lebih jauh soal rencananya tersebut.

“Ini kalau masuk, di sidang kita kerjain dia. Jadi tetap sembuh, ya bisa sembuh. Setiap sidang kita bikin dia gila, nanti diperiksa dokter dia jadi gila,” kata Viktor.

 

Sebut Jaksa Gila

Fredrich Yunadi Jalani Sidang Pemeriksaan Terdakwa
Terdakwa perkara merintangi penyidikan KPK pada kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi menjawab pertanyaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/5). Sidang memeriksa keterangan terdakwa. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tak hanya berencana membuat Setnov gila, Fredrich juga sempat menyindir tim jaksa KPK tak waras. Saat sidang pada 15 Maret 2018, Fredrich sempat meletakkan jari di atas dahi seolah meledek jaksa KPK sakit jiwa.

Jaksa Roy Riady pun meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk menegur Fredrich. Awalnya, salah satu jaksa KPK sedang bertanya kepada saksi dokter Rumah Sakit Permata Hijau, Alia. Jaksa Roy langsung melakukan interupsi.

"Kami selaku penuntut umum sangat keberatan dengan perilaku terdakwa. Tadi yang saya lihat, yang kami lihat, tadi terdakwa menggunakan anggota tubuhnya seperti ini ketika penuntut umum akan bertanya," ujar Jaksa Roy menirukan gerakan jari Fredrich.

Jaksa Roy meminta hakim untuk menegur Fredrich, bahkan menurut Jaksa Roy, jika Fredrich tetap berlaku tidak sopan kepada penegak hukum, maka selayaknya hakim mengeluarkan Fredrich dari ruang sidang.

Namun sayang, gerakan tangan Fredrich yang dianggap Jaksa Roy melecehkan penuntut umum tak dilihat oleh majelis hakim. Hakim Ketua Syaifudin Zuhri hanya mengingatkan agar terdakwa koperatif.

"Yak, kebetulan kami tidak lihat, kalau memang ada, mohon untuk bisa menghormati persidangan," kata Hakim Syaifudin.

 

Sumpah Pocong

Sidang Fredrich Yunadi Kembali Dengarkan Keterangan Ahli
Terdakwa perkara merintangi penyidikan KPK pada kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi bertanya pada saksi ahli saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/5). Sidang mendengar keterangan saksi ahli. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, jaksa KPK menghadirkan perawat RS Medika Permata Hijau bernama Indri Astuti. Fredrich pun meminta agar hakim memasang lie detector untuk Indri dan disumpah pocong.

Fredrich melontarkan ucapan tersebut karena Indri menyebut tidak ada luka di tubuh Setya Novanto usai kecelakaan. Padahal, Fredrich bersikeras terdapat luka di bagian dada kiri mantan kliennya itu.

Indri menuturkan, bahwa awalnya ada pihak yang memintanya untuk mengganti baju pasien Setya Novanto dan saat mengganti baju tersebut tidak melihat ada luka di bagian dada kiri Novanto. Bahkan menurutnya, badan Setya Novanto putih bersih dan mulus tidak ada luka-luka.

Hendak Laporkan Hakim Pengadilan Tipikor

Usai mendengar tuntutan jaksa KPK, Fredrich berencana melaporkan hakim Pengadilan Tipikor. Fredrich diketahui dituntut maksimal oleh jaksa KPK, yakni 12 tahun penjara.

Fredrich mengatakan bahwa hakim Pengadilan Tipikor melanggar Pasal 158. Menurut Fredrich, Hakim Ketua Syaifudin Zuhri dan keempat anggotanya memihak jaksa penuntut umum KPK dibanding dirinya dan kuasa hukum.

Sebelum sidang dengan agenda tuntutan dibacakan jaksa KPK, Fredrich sempat meminta agar jaksa KPK membacakan keseluruhan berkas tuntutan, termasuk membacakan keterangan para saksi yang sudah dihadirkan di persidangan.

Namun jaksa KPK menolak lantaran akan memakan waktu yang panjang. Hakim Ketua Syaifudin Zuhri pun menerima permintaan jaksa penuntut umum.

"Dia (hakim) menunjukan sikap dalam hal ini memihak. Padal 158 jelas melarang hakim memihak," kata Fredrich.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya