HEADLINE: Skandal Sel Palsu dan Mewah Setya Novanto, Lapas Sukamiskin Bobol Lagi?

Ombudsman mengungkap sel Setya Novanto di Lapas Sukamiskin lebih luas dibanding tahanan lainnya saat sidak, Kamis 13 September 2018.

oleh Yusron FahmiAndrie HariantoIka Defianti diperbarui 18 Sep 2018, 00:02 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2018, 00:02 WIB
Lapas Sukamiskin, Bandung, Jakarta.
Lapas Sukamiskin, Bandung, Jakarta. (Liputan6.com/Arie Nugraha)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung kembali jadi buah bibir. Belum surut sorotan soal dugaan jual beli sel mewah yang terkuak usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan pada 21 Juli lalu, kasus serupa kembali terjadi.

Ombudsman menguak fakta baru. Dalam inspeksi mendadak (sidak) pada Kamis 13 September 2018 malam, lembaga negara yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik itu, menemukan sel mewah yang dihuni terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto alias Setnov.

Temuan Ombudsman mengungkap, bahwa kamar tahanan Setnov lebih besar dibanding yang lain. Sel mantan Ketua DPR itu juga dilengkapi sejumlah perabotan yang tertata rapi. Tak cukup itu, kloset duduk serta dinding plywood juga menghiasai sel mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

"Kamarnya Setnov lebih luas, lebih bagus. Ukuran dua kali lipat dari (kamar) semuanya," kata Anggota Ombudsman Ninik Rahayu di Kantor Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Bandung, Jumat 14 September 2018.

Ini bukan kali pertama sel Setnov jadi sorotan. Tak lama usai OTT KPK, Sabtu 21 Juli 2018, tim Mata Najwa yang ikut Dirjen PAS sidak ke Lapas Sukamiskin menemukan kejanggalan saat mendatangi sel nomor 29 Blok Timur yang ditempati Setnov.

Begitu masuk ke sel, terlihat kamar yang begitu ditata rapi, kecil dan terkesan sederhana. Namun, ada hal mencurigakan di sana. Salah satunya adalah papan nama di pintu yang terkesan baru dipasang. Selain itu, barang-barang yang ada sel tersebut juga tidak mencerminkan sosok Setnov. Ada sejumlah parfum perempuan hingga cat rambut berharga murah.

Menkumham sendiri akhirnya mengakui, sel tersebut palsu dan bukan tempat Setya Novanto. "Itu bukan sel Setya Novanto," kata Yasonna H Laoly.

Pengamat hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan menyatakan, terkuaknya kasus sel mewah Setya Novanto membuktikan pemerintah tak pernah serius membenahi masalah di lapas, khususnya lapas Sukamiskin yang banyak dihuni tahanan korupsi.

"Kasus seperti ini di Sukamiskin kan sebenarnya sudah lama, baru dibenahi setelah ada OTT KPK beberapa waktu lalu. Eh, belum lama kini muncul lagi," ujar Agus kepada Liputan6.com, Senin (17/9/2018).

Agus menyatakan, pembenahan di Lapas Sukamiskin tidak bisa dilakukan secara bottom-up. Pembenahan harus dilakukan secara top down dari elite Kemenkumham hingga sipir penjaga lapas. Mereka harus harus konsisten menegakkan aturan yang berlaku.

"Ini kan masalah relasi. Para tahanan korupsi itu punya akses luas ke pengambil kebijakan di pusat, mereka bisa menggunakan power tersebut untuk kemudahan dirinya saat jadi tahanan," ungkapnya.

Kondisi inilah yang kemudian membuat petugas lapas di lapangan khawatir jika memperlakukan napi korupsi tersebut sesuai aturan atau menyamakan dengan napi umum lainnya.

"Lihat saja Setnov, dia kan mantan Ketua DPR, mantan Ketua Umum Golkar juga. Dengan kapasitas seperti itu bukan tidak mungkin petugas lapas jadi keder mentalnya. Mereka takut jika tidak memberi layanan wah akan berakibat buruk kepada dirinya," ungkapnya.

Infografis Mewahnya Sel Tahanan Setya Novanto. (Liputan6.com/Triyasni)

Sebagai solusi, Agus meminta Kemekumham melalui Dirjen PAS agar tegas menegakkan aturan lapas. Jangan lagi ada diskriminasi fasilitas antara tahanan korupsi dengan tahanan umum lainnya. 

"Samakan semuanya jangan di tambah-tambahin. Apalagi ditambahin peralatan elektronik, itu sudah jelas-jelas pelanggaran," tegasnya. 

Selain itu, dia meminta ada solusi lain terkait penempatan tahanan korupsi. Menjadikan Lapas Sukamiskin sebagai satu-satunya rujukan napi koruptor, kata Agustinus, jelas melanggar aturan. 

"Harus ada alternatif lain. Kalau numpuk di Sukamiskin jelas sangat rawan penyimpangan," ucapnya.

Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mempertanyakan keseriusan Kemenkumham dalam menerapkan standar pembangunan lapas.

"Sudah sesuai aturan WHO belum? Kalau sudah terus di bongkar dan sebagainya itu jelas salah. Tapi kalau sebaliknya, tentu harus ada toleransi untuk napi," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (17/9/2018).

Begitu juga dengan kasus Setya Novanto. Mudzakir menyatakan, standarisasi lapas harus juga dikedepankan.

"Apakah lapas Sukamiskin sudah sesuai standar? Jadi kesimpulannya tidak bisa dinilai begitu saja. Saya minta siapa pun yang menilai apakah memperbaiki lapas dengan memasang meja kursi dan seterusnya itu kriminal atau bukan?" ungkapnya.

Menurutnya, tidak masalah jika ada narapidana yang membangun sel tahanan karena penjara tidak layak huni. Tentu dengan sejumlah catatan tertentu.

"Oke, kamarmu bangun tapi kamu harus bangun fasilitas lain untuk kepentingan publik para anak binaan yang lain. Sehingga ada take and give," ujarnya.

Mudzakir tidak sepakat jika mencuatnya kasus sel mewah ini menjadi dasar perlunya tahanan korupsi diisolasi. Menurutnya, problem tindak korupsi itu tidak sama dengan pemberontakan. "Problem mereka (korupsi) berbeda-beda," tegasnya.

Selain itu, dia menilai napi tindak pidana korupsi mempunyai  potensi dibanding napi lainnya.

"Kalau diberdayakan dapat memberikan manfaat di lingkungan mereka. Tapi kalau kumpul jadi satu (diisolasi) itu potensi negatif menjadi lebih besar," pungkasnya.

 

Saksikan video terkait lapas Setnov di Sukamiskin berikut ini:

Belum Ada Sanksi untuk Kalapas

Lapas sukamiskin
Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami melakukan razia di Lapas Sukamiskin, Bandung. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Terkuaknya sel mewah Setya Novanto di Lapas Sukamiskin tidak membuat Kemenkumham kebakaran jenggot. Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Budi Utami mengaku punya alasan tersendiri terkait sel mantan Ketua DPR tersebut.

"Kami tidak akan membongkar barang-barang itu karena menunggu anggaran. Kalau semangatnya menata, kita bongkar dan semua sel dipasangi plywood semua," kata Utami kepada Liputan6.com, Senin (17/8/2018).

Utami mengaku khawatir bila plywood itu dilepas maka tembok-tembok sel akan terkelupas. Adapun plywood tersebut terpasang sebelum Setya Novanto. "Saya lagi cari, siapa penghuni sebelumnya," kata dia.

Begitu pula dengan kloset duduk, bila dibongkar akan menambah beban renovasi karena rembes.

"Kalau rembes, terus penghuninya muslim kan jadi najis," kata Utami.

"Jadi sementara kami biarkan dulu semua sambil menyusun rencana aksi perbaikan Sukamiskin ke depan," dia menambahkan.

Mengenai luas ruangan, Utami menyebut memang ada tiga tipe luas sel yang dibangun di lapas yang dibangun pemerintah Belanda sejak 1912 itu, yaitu kecil, sedang, dan besar.

"Kalau luas ruang Pak Setnov ya memang seperti itu turun-temurun sejak zaman Belanda. Saya juga enggak tahu alasan kenapa Belanda bangun tiga tipe itu," kata Utami.

Lapas Sukamiskin memiliki 566 sel. Untuk tipe besar seperti yang dihuni Setnov terdapat 52 unit. Sel-sel tersebut terdapat di blok timur yang dulu dihuni Sukarno. Blok tersebut ditempati tahanan-tahanan politik.

Sementara blok yang kecil dihuni oleh narapidana umum. Satu sel hanya menampung satu warga binaan. Di dalam sel tersebut terdapat kloset jongkok yang hanya berjarak beberapa jengkal dengan bangsal narapidana.

Utami menegaskan, tidak akan memberi sanksi kepada  Kalapas Sukamiskin Tejo Harwanto. "Tidak akan diapa-apakan, tidak akan dipecat," kata Utami.

Dia menilai Kalapas Sukamiskin yang baru genap dua bulan menjabat ini sudah melaksanakan tugas pembenahan.

"Dia sudah membuat tugas pembenahan jangka pendek, menengah, dan panjang. Untuk sekarang yang dia benahi adalah fasilitas umum seperti ruang besuk, sehingga tidak ada lagi diskriminasi," kata Utami.

Kalapas Sukamiskin Tejo Harwanto sendiri mengakui sejak ditugaskan menggantikan Kalapas lama yang diciduk KPK, kondisinya sel tahanan Setya Novanto seperti itu.

Menurutnya, dinding sel Setya Novanto dilapisi plywood karena kondisi tembok lapas yang sudah berusia ratusan tahun sudah tidak optimal. Apalagi jika hujan mengguyur, air kerap merembes ke dalam kamar.

"Untuk mengubahnya, anggaran tidak ada. Untuk perawatan saja tidak ada (anggaran). Makanya saya minta anggaran di 2019," ujar Tejo, Minggu 16 September 2018.

Ia menyebut, hal seperti ini merupakan inisiatif para napi. Sedangkan kasur yang ada, dari informasi yang diterimanya adalah warisan napi terdahulu.

Terkait sel tahanan yang tidak digembok dari luar, Tejo menyatakan, itu untuk penanganan kesehatan narapidana.

"Itu inisiatif saya bagi warga binaan yang punya sejarah penyakit jantung. Serangan jantung kan tidak bisa dilihat," ujarnya.

Tejo mengatakan, napi Lapas Sukamiskin rata-rata sudah memasuki usia tua. Selain itu banyak di antara mereka yang memiliki riwayat kesehatan kurang baik.

Bentuk Ketidakadilan

Hasil razia yang dilakukan Dirjen PAS Kemenkumham
Sejumlah barang yang dirazia Dirjen PAS Kemenkumham

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan, berkaca dari OTT KPK di Lapas Sukamiskin Juli lalu, tata kelola lapas tidak hanya jadi tanggungjawab Kemenkumham. 

"Belajar dari OTT Sukamiskin belum lama ini, KPK masih punya utang benahi tata kelola rumah binaan," ujarnya melalui pesan tertulis, Senin (17/9/2018).

Menurut dia, seharusnya, konsep penjara berlaku sama untuk semua tahanan apa pun kasusnya. "Kalau itu benar, jelas ini ketidakadilan," kata Saut.

Saut mengatakan, penjara adalah tempat untuk pembinaan sehingga mereka yang menghuni disebut sebagai warga binaan. Dia berharap pemerintah dapat segera memperbaiki sel-sel mewah dalam lapas, seperti sel Setya Novanto.

"Bisa saja dibuat di atas standar internasional badan-badan dunia. Bisa saja negara kita membuat umpamanya, semua tahanan terlepas apa kasusnya boleh bebas main bola, komputer, naik sepeda, lapangan luas kamar luas, boleh main musik, nonton tv , ketemu keluarga kapan saja, internet. Namun semuanya secara terbatas," tutur Saut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, inisiatif Ombudsman mesti disambut positif Kemenkumham untuk melakukan perubahan.

"Karena ini juga bagian dari pelayanan publik selain juga penanganan kasus korupsi yang sedang dilakukan oleh KPK," kata Febri Senin (17/9/2018).

Febri menyatakan, semestinya ada perlakuan yang sama untuk narapidana dan tidak ada fasilitas khusus, apalagi akses-akses untuk memasukkan barang-barang yang dilarang menurut peraturan.

"Saya kira itu yang harus ditegakkan agar kepercayaan publik juga bisa tumbuh kembali terhadap Kementerian Hukum dan HAM khususnya terkait dengan perbaikan di lapas," ujar Febri.

Terlebih, Dirjen PAS pernah mengatakan perbaikan sedang dilakukan.

"Jadi jangan sampai itu berhenti hanya pada pernyataan-pernyataan yang terjadi ketika KPK tangkap tangan atau ketika Ombudsman sidak. Perbaikan itu harus dilakukan secara menyeluruh dan konsisten itu yang paling penting<" ujarnnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menyatakan, Menkumham harus ikut bertanggungjawab atas kasus ini. Menurutnya, kasus sel mewah di lapas cukup kompleks dan tidak bisa diselesaikan dengan hanya mengganti kepala lapas atau sipir.

"Ada implementasi undang-undang yang keliru dan melibatkan bukan hanya kalapas tapi juga aparat penegak hukum lainnya," ujarnya.

Selain itu, tambah dia, ada juga kecenderungan dari hakim yang memang bersifat punitif ingin memenjarakan pihak-pihak yang dibawa ke persidangan.

"Pembenahan harus dilakukan secara terstruktur melibatkan pihak pihak di luar kemenkumham dan dilakukan secara menyeluruh," tegasnya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya