Liputan6.com, Jakarta - Koreksi besar-besaran yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam tata kelola gambut, kini menjadi rujukan pengetahuan bagi internasional.
Hal ini ditegaskan dalam pertemuan Konferensi Global Landscape yang berlangsung pada 1-2 Desember di Bonn, Jerman. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (LHK) Siti Nurbaya Bakar hadir sebagai pembicara kunci pada berbagai forum yang digelar di hari pertama.
Indonesia mendapat pujian setelah memiliki Pusat Penelitian Lahan Gambut Internasional atau International Tropical Peatlands Centre (ITPC).
Advertisement
"Ini adalah rumah untuk konsultasi dan advokasi bagi kepentingan masyarakat dan lingkungan lokal, serta untuk kepentingan global," kata Menteri Siti Nurbaya.
Basis ITPC saat ini berada di dua kampus penelitian hutan di Bogor, yaitu Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi KLHK serta di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
Di agenda berikutnya saat menjadi pembicara kunci peringatan CIFOR ke 25, di hadapan para pemimpin dan ahli kehutanan internasional, Indonesia menegaskan posisinya sebagai "taman bermain penelitian" bagi pengetahuan kehutanan dunia.
"Saya harap ulang tahun CIFOR ke-25 ini menjadi langkah monumental untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia, CIFOR dan semua mitra negara, untuk berperan secara signifikan terhadap kehutanan internasional," kata Siti Nurbaya seperti dilansir Antara.
Ia kembali mengingatkan, pasca kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla telah memberi perhatian lebih pada pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.
"Ini untuk mencegah kebakaran gambut seperti yang terjadi pada tahun 2015 ketika sekitar 800.000 ha dari 2,6 juta hektare area yang terbakar adalah lahan gambut," ungkapnya.
Komitmen Pemerintah Indonesia ini semakin dipertegas Siti Nurbaya saat menjadi pembicara kunci pada Pembukaan Forum Global Landscape 2018. Ia mengatakan telah terjadi pergeseran besar tata kelola kehutanan Indonesia menuju perspektif baru keberlanjutan.
Siti Nurbaya menyatakan Indonesia telah belajar banyak dari Karhutla yang rutin terjadi hampir selama dua dekade. Pemerintahan Presiden Jokowi tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.
"Kami telah mengembangkan banyak instrumen pengelolaan lahan gambut," kata Siti Nurbaya.
Di antaranya melalui kebijakan penghentian sementara atau moratorium izin di lahan gambut dan hutan primer, menerbitkan PP 57/2016 tentang Perlindungan dan pengelolaan lahan gambut, hingga menegakkan hukum lingkungan secara konsisten.
Badan Restorasi Gambut
Indonesia juga telah membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk memperbaiki konstruksi restorasi gambut dan operasi dan pemeliharaan infrastruktur dan pemanfaatan gambut.
"Saat ini sekitar 177 pemegang konsesi telah mengembangkan rencana dan melaksanakan restorasi gambut sampai 2026," ungkap Siti Nurbaya.
Pemerintah Indonesia telah menempatkan restorasi lahan gambut sebagai strategi utama mengurangi emisi di sektor kehutanan.
Ia juga menegaskan komitmen kuat Pemerintah Indonesia untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat melalui percepatan program perhutanan sosial atau program konsesi hutan desa.
"Sebelum 2015, masyarakat hanya dapat mengelola empat-tujuh persen dari kawasan hutan tetapi setelah 2015 meningkat secara signifikan menjadi 27-33 persen," kata Siti Nurbaya.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement