ICW Sebut KPK Kurang Tuntut Kepala Daerah Korupsi dengan Hukuman Maksimal

ICW menyebut rata-rata tuntutan terhadap kepala daerah oleh KPK hanya 7 hingga 5 tahun penjara.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Des 2018, 20:26 WIB
Diterbitkan 16 Des 2018, 20:26 WIB
20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan samping gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung yang dibangun sejak 2013 lalu memiliki 16 lantai dengan dua basement. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut rata-rata tuntutan terhadap kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya 7 hingga 5 tahun penjara. ICW pun menilai, tuntutan tersebut masih cukup rendah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, ada beberapa poin utama yang dinilai menyebabkan rendahnya tuntutan oleh KPK terhadap kepala daerah yang tersandung korupsi. Pertama, karena adanya celah dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Pasal 2 dan 3 dalam UU Tipikor mengatur soal kerugian negara. Tapi ancaman minimalnya ada yang sampai 1 tahun penjara. Jadi ada anomali dalam regulasi UU Tipikor," kata Kurnia di kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (16/12).

Lalu yang kedua, jaksa KPK dinilai kurang menggunakan semua instrumen hukum untuk menuntut maksimal. Dari 84 kasus kepala daerah yang masuk pengadilan, hanya ada 16 terdakwa yang dituntut terbilang cukup ringan 0 hingga 4 tahun.

"Ada 9 terdakwa yang memungkinkan dituntut maksimal. Dari 84 perkara tersebut, hanya 11 yang dituntut berat di atas 10 tahun penjara," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Disparitas Tuntutan

Selain itu, ICW juga mengkritisi adanya disparitas dalam tuntutan jaksa KPK terhadap kepala daerah yang menjadi terdakwa.

"Misalnya itu, ada dalam kasus yang sama. Tapi untuk angka tuntutan pidananya itu berbeda-beda," pungkasnya.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya