Dakwaan Alternatif untuk Ratna Sarumpaet

Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 28 Feb 2019, 15:08 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2019, 15:08 WIB
Ratna Sarumpaet
Ratna Sarumpaet menuju ruang tahanan sebelum menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2). Terdakwa kasus penyebaran berita bohong dan keonaran ini akan menjalani sidang perdana. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, berita bohong yang disebarkannya itu dinilai telah menimbulkan pro dan kontra.

Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa aktivis itu dengan dakwaan alternatif.

"Dakwaan kesatu Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar jaksa saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).

Perbuatan penyebaran berita bohong itu diduga dilakukan dalam kurun waktu Senin 24 September 2018 sampai Rabu 3 Oktober 2018 atau pada waktu lain setidak-tidaknya dalam September hingga Oktober 2018, bertempat di rumah terdakwa di Kampung Melayu Kecil V Nomor 24 Rt 04 RW 09, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Pada dakwaan pertama, jaksa menduga Ratna Sarumpaet telah melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Jaksa merinci, pukul 16.00 WIB, Jumat 21 September 2018, terdakwa memberitahukan kepada Ahmad Rubangi, Saharudin dan Makmur Julianto alias Pele akan pergi ke Bandung. Namun, dia ternyata tidak ke Bandung, melainkan ke RS Khusus Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat.

Kala itu, Ratna menjalani tindakan medis berupa operasi perbaikan muka (facelift) atau tarik muka (pengencangan kulit muka) sebagaimana sudah dijadwalkan Sidik Setiamihardja.

Ratna menjalani rawat inap sejak Jumat 21 September 2018 hingga Senin 24 September di kamar B1 lantai 3 RS tersebut.

Saat itulah, terdakwa beberapa kali mengambil foto wajahnya dalam kondisi lebam dan bengkak akibat tindakan medis dengan menggunakan handphonenya. Pada 24 September 2018, dia pulang ke rumah. Namun, dalam perjalanan ke rumah, Ratna Sarumpaet mengirim beberapa foto wajahnya ke Ahmad Rubangi.

Saksi kemudin bertanya, "Ya Allah.. Kok sampai begitu.." dan dijawab terdakwa, "Dipukulin 2 laki2".

Sesampai di rumah, terdakwa bercerita ke Ahmad Rubangi, Saharudin, dan Pele soal foto itu di kamarnya. Sembari menangis, terdakwa bercerita dipukul oleh orang sambil menunjukkan wajah lebam dan bengkak. Setelah itu, dia mengaku ingin istirahat sehingga saksi meninggalkan kamarnya.

Keesokan harinya pukul 20.43 WIB, terdakwa mengirimkan foto yang sama ke Rocky Gerung dengan pesan, "21 September jam 18.50 WIB, area bandara Bandung". Pukul 20.44 WIB, dia mengirim pesan lagi, "Not For Public".

Rabu 26 September 2018 di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, terdakwa bertemu dengan Deden Syarifuddin dan bercerita habis dipukuli. Dia pun kembali sambil menangis.

Pukul 16.30 WIB, Kamis 27 September 2018, saksi mengirim pesan lagi ke Rocky Gerung dengan pesan, "Hei Rocky negrinya makin gila n hancur - need badly :)", dan pukul 16.33 WIB dengan pesan, "Need you badly", pukul 16.36 WIB dengan pesan "Pasti kamu bahagia sekali disana ya, Penghormatan pada alam, bless you".

Pada Jumat 28 September pukul 19.22 WIB, terdakwa kembali mengirim foto wajahnya ke Rocky Gerung dengan pesan "Day 7th".

Pukul 23.00 WIB, Ratna Sarumpaet meminta Saharudin menelepon Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Setelah terhubung, dia curhat telah dianiaya sembari menangis. Dia meminta Said Iqbal ke rumahnya.

Ketika Said Iqbal datang, terdakwa berkata, "Kakak dianiaya" dan menceritakan kronologi penganiayaannya. Dia juga menunjukkan foto wajahnya yang lebam.

Dia lalu minta dipertemukan dengan Prabowo Subianto. Ratna mengaku sudah berbicara dengan Fadli Zon dan mendapat informasi tengah diatur waktu untuk bertemu Prabowo.

Dia kemudian mengirimkan foto wajah lebamnya ke Saiq Iqbal untuk diteruskan ke ajudan Prabowo atas nama Dani.

Pukul 23.01 WIB, Sabtu 29 September 2018, Ratna Sarumpaet mengirim foto wajahnya ke Rocky Gerung dengan pesan, "Mungkin aku tidak harus ngotot membantu memperbaiki bangsa yang sudah terlanjur rusak ini. It's painful."

Pukul 23.42 WIB dia juga kembali mengirimkan 3 foto wajahnya ke Basariaja alias Basari dan 3 menit kemudian dia mengirim pesan, "KK sedang sangat kesakitan/menderita saat KK minta tolong ingin bicara dengan Pak Joksan."

Tak berhenti di situ, dia mengirim 3 foto wajahnya ke Simon Aloysius Mantiri dengan pesan, "Ini terjadi di area parkir Bandara Bandung 21 sept 2018, Saya harus bertemu 08 segera Pak Simon, Saya mohon ....." dan mendapat jawaban, "Kurang ajar sekali Bu itu pelakunya."

Perbuatan Ratna ini mendapat reaksi dari masyarakat dan sejumlah tokoh politik.

Setelah melalui perdebatan panjang di sosial media dan media massa, pada 3 Oktober 2018, Ratna Sarumpaet menyatakan telah berbohong tentang penganiayaannya. Dia pun meminta maaf.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata jaksa.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dakwaan Alternatif

Jalani Sidang Perdana, Ratna Sarumpaet Kenakan Rompi Tahanan
Terdakwa Ratna Sarumpaet memberikan salam dua jari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (29/2). Ratna menjalani sidang dakwaan perdana atas kasus penyebaran berita hoaks yang menyebutkan wajah lebam. (Liputan6.com/Herman Zakharia) 

Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."

Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tutur jaksa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya