Bupati Labuhan Batu Pangonal Harahap Dituntut 8 Tahun Penjara

Selain tuntutan hukuman penjara, Pangonal juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsidair 4 bulan kurungan penjara.

oleh Reza Efendi diperbarui 11 Mar 2019, 19:34 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2019, 19:34 WIB
Diborgol, Tangan Kanan Bupati nonaktif Labuhanbatu Kembali Diperiksa KPK
Tangan kanan Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap, Thamrin Ritonga dikawal petugas akan menjalani pemeriksaan kasus suap proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumut atera Utara di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/10). (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Labuhan Batu nonaktif Pangonal Harahap dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tuntutan disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan.

Selain tuntutan hukuman penjara, pria 49 tahun itu juga dituntut membayar denda sebesar Rp 250 juta subsidair 4 bulan kurungan penjara. Pangonal dinilai bersalah menerima suap sebesar Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pengusaha.

"Jika tidak dibayar dan harta benda tidak mencukupi untuk menutupi kerugian negara, maka diganti dengan satu tahun penjara," kata Penuntut Umum KPK, Dody Sukmono, Senin (11/3/2019).

Dalam kasus tersebut, jaksa menjerat Pangonal Harahap dengan Pasal 12 Huruf A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," sebut jaksa KPK.

Selain itu, JPU juga meminta agar terdakwa diberikan hukuman tambahan berupa dicabut hak pilih dan dipilih. Hal ini untuk menghindari Indonesia dipimpin orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi.

"Maka dipandang perlu memberi hukuman tambahan terhadap terdakwa pencabutan hak pilih dan dipilih selama 3 tahun 6 bulan,” ungkap Dody.

Dalam nota tuntutannya, jaksa juga mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN.

“Sementara hal yang meringankan terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya,” terangnya.

Terima Hadiah

Dalam dakwaannya, Penuntut Umum KPK memaparkan, Pangonal sebagai Bupati Labuhan Batu, telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp 42.280.000.000 serta SGD218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.

Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan. Penuntut Umum KPK menyatakan patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

Uang Rp 42,28 miliar dan SGD218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhan Batu pada Tahun Anggaran 2016, 2017, dan 2018 kepadanya, dan terdakwa memang memerintahkan jajarannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan Asiong.

Setelah mendengarkan nota tuntutan, majelis hakim menunda persidangan hingga sepekan mendatang untuk memberi kesempatan terdakwa menyampaikan pembelaan.

Untuk diketahui, Pangonal Harahap terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Jakarta dan Labuhan Batu, Sumatera Utara, pada Selasa 17 Juli 2018. Pangonal diringkus di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, karena diduga menerima suap.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya