Pakar: Kurangnya Lahan Basah Jadi Penyebab Banjir di Jakarta

Dia menyebut lahan basah tersebut yakni persawahan, rawa, hingga hutan bakau. Sebab saat ini lahan-lahan tersebut telah berubah menjadi pemukiman warga serta daerah perindustrian.

oleh Ika Defianti diperbarui 04 Mei 2019, 07:14 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2019, 07:14 WIB
Penampakan Sungai Ciliwung yang Meluap di Pejaten Timur
Suasana aliran Sungai Ciliwung yang meluap di kawasan Pejaten Timur, Jakarta, Jumat (26/4). Banjir kiriman melalui Sungai Ciliwung yang berasal dari Bogor tersebut mengakibatkan sejumah wilayah di Ibukota terendam banjir. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Arsitektur Perkotaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menyatakan hilangnya lahan-lahan basah menjadi penyebab utama banjir di Jakarta.

Dia menyebut lahan basah tersebut yakni persawahan, rawa, hingga hutan bakau. Sebab saat ini lahan-lahan tersebut telah berubah menjadi pemukiman warga serta daerah perindustrian.

"Di banyak lokasi, terutama di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, lahan-lahan basah telah diurug untuk dibangun permukiman, pabrik, dan pergudangan," kata Jehansyah di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (3/5/2019).

Dia menjelaskan Jakarta hanya memiliki lahan basah sebesar 5 dari minimal 30 persen saja. Lahan basah tersebut seharusnya tersebar di Jakarta Barat ataupun Utara untuk mencegah banjir.

Karena itu, Jehansyah menilai hal tersebut merupakan bentuk gagalnya tata ruang yang ada di Ibu Kota. Sebab, sejumlah bangunan yang didirikan atas dasar bisnis semata.

"Hampir semua peraturan di Jakarta bersifat tambal sulam karena hanya diatur berdasarkan SK Gubernur yang hanya menguntungkan para pengembang besar," papar dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Saran untuk Pemprov

Dia juga mencontohkan salah satu kawasan di Jakarta Utara yang setelah ada perkembangan bisnis tidak memiliki resapan air. Jehansyah juga menyarankan agar Pemprov DKI melakukan audit sebagai dasar penutupan dasar bangunan yang tidak semestinya.

"Ini loh, kompleks ini harusnya koefisien dasar bangunannya sekian, sekarang sudah bertambah, dasar bangunannya misalnya jadi lebih dari 40 persen. Tinggal gimana nanti apakah solusinya dikembalikan atau dibuat danau," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya