MK Lanjutkan Gugatan Foto Terlalu Cantik Caleg DPD dari NTB

Evi Apita Maya sebagai caleg DPD dengan suara terbanyak dianggap melakukan kebohongan dengan memanipulasi foto agar berpenampilan menarik.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2019, 15:37 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2019, 15:37 WIB
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Suasana sidang pendahuluan sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 di gedung MK, Jakarta, Rabu (10/7/2019). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum DPR-DPRD Provinsi Sulawesi Barat. (Liputan6/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan melanjutkan perkara 'foto cantik' caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Evi Apita Maya dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif. Evi digugat oleh caleg petahana Farouk Muhammad yang kali ini gagal ke parlemen. Gugatan tersebut bakal masuk sidang pemeriksaan pembuktian.

Hakim Konstitusi Aswanto membacakan perkara yang dinyatakan dilanjutkan dalam sidang pembacaan dismissal di Mahkamah Konstitusi. Gugatan Farouk terhadap Evi disidang oleh Panel III yang meliputi Provinsi Jawa Barat, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara.

"Kami bacakan daftar perkara yang pemeriksaan akan dilanjutkan pada tahap sidang pembuktian untuk panel tiga. Perkara 03 dan seterusny Farouk Muhammad DPD NTB," ujar Aswanto membacakan putusan sela di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).

Farouk Muhammad melakukan gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi karena tidak lolos ke Senayan. Farouk menempati posisi ke lima dengan 188.687 suara.

Evi Apita Maya sebagai caleg DPD dengan suara terbanyak dianggap melakukan kebohongan dengan memanipulasi foto agar berpenampilan menarik.

Kuasa Hukum Farouk, Happy Hayati Helmi mengatakan pokok permohonan pertama; pelanggaran administrasi dan pelanggaran proses pemilu. Yang kedua dan selanjutnya itu adalah penggelembungan suara.

"Calon anggota DPD RI dengan Nomor Urut 26 atas nama Evi Apita Maya, selain menggunakan foto lama atau foto editan juga diduga telah melakukan money politics, melakukan politik uang," demikian dikutip dari risalah sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (15/7/2019).

Dalam pelanggaran administrasi, kata Happy, dilakukan tindakan tidak jujur yang telah dilakukan Evi. "Telah diduga melakukan manipulasi atau melakukan pengeditan terhadap pas foto di luar batas kewajaran, ini akan dibuktikan dengan keterangan ahli, Yang Mulia," katanya.

Menurutnya, Evi dengan sengaja memajang foto dirinya yang berlogo DPD-RI pada spanduk sebagai alat peraga kampanye. Padahal Evi, lanjutnya, belum atau tidak pernah menjabat sebagai anggota DPD sebelumnya.

"Dengan demikian, atas perbuatan calon nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya, telah nyata mengelabui dan menjual lambang negara untuk menarik simpati rakyat NTB sehingga memperoleh suara terbanyak sebanyak 283.932. Paling tidak dapat dilacak dari pemilih yang memilihnya dengan alasan foto atas nama Evy Apita Maya cantik dan menarik, walaupun pemilih tidak mengetahui siapa calon tersebut," kata Happy.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Panel II MK Tidak Lanjutkan 23 Perkara

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pemilu Legislatif 2019
Ketua Hakim MK Anwar Usman (tengah) bersama Hakim MK Enny Nurbaningsih (kiri) dan Arie Hidayat memimpin sidang perdana sengketa Pemilu Legislatif 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (9/7/2019). Sidang pendahuluan gugatan Pileg 2019 akan dilaksanakan pada 9-11 Juli 2019. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Sementara itu, Panel II Mahkamah Konstitusi memutuskan tidak melanjutkan 23 perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif 2019. Sementara, dalam putusan sela ini 33 perkara dilanjutkan dalam tahap sidang pemeriksaan pembuktian.

"Menghentikan bagian dalam perkara-perkara yang tidak dilanjutkan ke pemeriksaan pembuktian," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).

Keputusan tidak melanjutkan perkara diambil dalam rapat pemusyawarahan hakim pada Jumat, 19 Juli 2019.

Beberapa partai yang tidak dilanjutkan perkaranya adalah PDIP, Nasdem, PKS, Gerindra, Golkar, Berkarya, PPP, PAN, Demokrat, Perindo, PKPI, Hanura, PKB dan PSI.

Panel II ini meliputi Provinsi Jawa Tengah, Papua, Maluku, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Gorontalo, dan Bengkulu.

Ada 14 alasan majelis hakim tidak melanjutkan perkara tersebut. Posita atau dalil tidak dirinci nama TPS oleh pemohon, pemohon tidak mendalilkan permohonan tapi malah mendalilkan suara partai lain, posita dan petitum tidak berkesuaian, petitum bertentangan, pemohon tidak ada rekomendasi DPP, posita tidak menyandingkan data dengan KPU.

Alasan berikutnya, posita hanya berisi asumsi, permohonan tidak tidak mendalilkan suara, petitum tidak meminta pembatalan SK KPU No.987 Tahun 2019 yang seharusnya menjadi objek gugatan, DPP menarik perkara, permohonan lewat dari tenggang batas waktu, pemohon tidak melakukan perbaikan gugatan, pemohon tidak mendalilkan suara yang dianggap benar, dan pemohon tidak menyertakan dapil.

33 perkara yang dilanjutkan oleh majelis hakim bakal diperiksa mulai Selasa, 23 Juli 2019. Untuk Panel II dijadwalkan sidang mulai pukul 07.30 WIB.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya