Liputan6.com, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam tim advokasi gerakan Ibu Kota mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedatangan mereka untuk menghadiri sidang perdana gugatan perdata atas polusi udara di Jakarta.
Melanie Soebono, satu dari 30 penggugat, mengatakan tidak ada persiapan khusus pada sidang hari ini. Segala berkas gugatan sudah dipersiapkan secara matang.
Ia meyakini, upayanya menempuh jalur hukum adalah langkah tepat. Pegiat sosial itu menilai gugatan terhadap para tergugat perlu dilakukan mengingat apa yang mereka tuntut adalah hak manusia, bernafas.
Advertisement
"Enggak ada yang lebih mendasar dari semua isu kemanusiaan dari kita, bernafas. Data kita sudah cukup baik dan lengkap dan jelas kita lihat saja," ujar Melanie, Kamis (1/8).
Melanie mengingatkan agar pemerintah tidak abai terhadap kualitas hidup para hayat. Sebab, imbuh dia, kualitas udara di Jakarta sudah melebihi baku mutu. Tidak sehat, bahkan menimbulkan gangguan kesehatan jika hal ini terus dibiarkan.
"Agar pemerintah menyadari bahwa dia perlu masyarakat yang hidup bukan yang mati, jadi kita hidup perlu bernafas, biarkan kita bernafas," tandasnya.
Senada dengan Melanie, Nelson Nikodemus mengatakan dampak buruk kualitas udara ibu kota sudah terlihat. Setidaknya 58,3 persen warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara.
"Tren ini terus meningkat setiap tahun - tahun yang menelan biaya pengobatan setidaknya Rp 51,2 triliun," kata Nelson.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pihak Tergugat
Sebagai sindiran atas kualitas buruk udara, para anggota koalisi mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sembari mengenakan masker. Mereka juga mengenakan kaus bertuliskan Jakarta Vs Polusi Udara.
Sementara itu permohonan gugatan perdata telah diajukan pada Kamis (4/7) lalu oleh koalisi. Gugatan dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN Jkt.Pst itu menggugat tujuh pihak sebagai tergugat.
Mereka adalah Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Â
Enam Tuntutan Penggugat
Mengutip dari laman Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada enam poin petitum atau tuntutan para penggugat kepada majelis hakim.
Pertama, mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ketiga, menyatakan bahwa para tergugat terbukti melanggar hak asasi manusia, dalam hal ini lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Keempat, menghukum tergugat I ( Presiden Joko Widodo) untuk menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi, mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelima, menghukum tergugat II (Menteri LHK, Siti Nurbaya) untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Keenam, menghukum tergugat III (Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek) untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah untuk tergugat V (Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan), turut tergugat I dan turut tergugat II dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren dalam bidang lingkungan hidup, khususnya terhadap pengendalian pencemaran udara.
Reporter:Â Yunita Amalia
Advertisement