Alasan Wiranto Tak Bisa Kerja Sama Interpol Tangkap Benny Wenda

Wiranto menuturkan, saat ini pemerintah sudah berupaya untuk mengantisipasi provokasi dari Benny Wenda.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 04 Sep 2019, 18:26 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2019, 18:26 WIB
Menkopolhukam Wiranto Jelaskan Kondisi Papua dan Papua Barat
Menkopolhukam Wiranto (tengah) didampingi kedua tokoh Papua dan Papua Barat bersiap memberi keterangan terkait situasi/kondisi, Jakarta, Jumat (30/8/2019). Keterangan terkait hasil pertemuan dengan kedua tokoh dari Papua dan Papua Barat. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemimpin Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda, memang memprovokasi apa yang terjadi di Papua dan Papua Barat selama ini.

Dia menegaskan, pemerintah Indonesia tak bisa bekerja sama dengan Interpol untuk menangkap mereka, lantaran dianggapnya sebagai penjahat politik.

"Itu bukan penjahat perang, itu penjahat politik," kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Dia menuturkan, saat ini pemerintah sudah berupaya untuk mengantisipasi provokasi dari Benny Wenda. Serta melakukan pencegahan terhadap narasi yang dibangunnya.

"Langkah pencegahan, counter narasi ada, langkah-langkah untuk counter provokasi di PBB sana itu ada, di Kedubes ada, narasi-narasi Kemlu sudah disampaikan saya sendiri, sudah menghubungi teman-teman di daerah Pasifik Selatan, ada langkah, kita tidak diam," ungkap Wiranto.

Dia pun berseloroh, jika Benny Wenda berada di Indonesia, maka akan langsung ditangkap. "Masuk ke Indonesia saya tangkap atau kita tangkap. Kita proses," tukasnya.

Namun, dengan kegiatan Benny Wenda yang berada di luar, tentu memerlukan langkah-langkah diplomasi. Serta mengikuti hukum-hukum internasional yang ada.

"Tapi tatkala kegiatannya di luar sana, tentunya ini butuh sesuatu kegiatan diplomasi. Ada hukum-hukum Internasional yang kita harus lakukan," pungkas Wiranto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Benny Wenda di Inggris

Ketua ULMWP Benny Wenda (kedua dari kiri) dan Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet (ketiga dari kiri) di kantor badan HAM PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 (kredit: ULMWP)
Ketua ULMWP Benny Wenda (kedua dari kiri) dan Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet (ketiga dari kiri) di kantor badan HAM PBB di Jenewa pada 25 Januari 2019 (kredit: ULMWP)

Buntut dari pertentangan, Wenda dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius. Dia dituduh berbagai macam kasus, salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.

Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.

Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik. Dan sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.

Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya