Menkumham Sampaikan Pandangan Pemerintah Soal Revisi UU KPK, Ini Isinya

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pandangan pemerintah soal revisi UU KPK.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Sep 2019, 22:21 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2019, 22:21 WIB
Menkumham Sampaikan Pandangan Pemerintah Soal Revisi UU KPK
Menkumham Sampaikan Pandangan Pemerintah Soal Revisi UU KPK (Liputan6/Radityo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pandangan pemerintah mewakili presiden atas Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atau revisi atas Undang-Undang Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada poin pertama, ujar Yasonna, bahwa terkait pengangkatan Dewan Pengawas, pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggotanya merupakan kewenangan Presiden.

"Menurut pemerintah, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya. Hal ini untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas," kata Yasonna rapat bersama Baleg di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Kemudian, dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanismenya tetap melalui panitia seleksi dan membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya.

Poin kedua disampaikan Yasonna, bahwa keberadaan penyelidik dan penyidik independen Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan berkesinambungan, membuka ruang dan mengakomodasi penyelidik dan penyidik KPK berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara atau ASN.

"Dalam RUU ini pemerintah mengusulkan adanya rentang waktu yang cukup (selama 2 tahun) untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik tersebut dalam wadah Aparatur Sipil Negara, dengan tetap memperhatikan standar kompetensi mereka, dengan lulus pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Yasonna.

Poin ketiga, perihal penyebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenal pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang menyebutkan KPK merupakan lembaga penunjang terpisah atau bahkan independen merupakan lembaga di ranah eksekutif.

"Karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK merupakan lembaga negara sebagai state auxiliary agency atau lembaga negara di dalam ranah eksekutif yang dalam pelaksanaan tugas dan bebas dari pengaruh dan wewenangnya bersifat independen kekuasaan mana pun," terang Yasonna.

Terakhir, pemerintah berpandangan perlu menyampaikan beberapa usulan perubahan substansi misalnya yang berkaitan dengan koordinasi penuntutan, penyebutan istilah atau terminolog lembaga penegak hukum, pengambilan sumpah dan janji Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

"Demikian, Pemerintah bersedia dan terbuka untuk melakukan pembahasan secara lebih mendalam terhadap seluruh materi muatan dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan," Yasonna menandasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pemerintah Setuju Revisi UU KPK

Sebagai informasi adapun tanggapan Pemerintah mengenal RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Dengan demikian ditegaskan kembali, pemerintah menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam rapat berikutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya