Perjalanan Kasus Dana Hibah yang Menjerat Menpora Imam Nahrawi

KPK menemukan Imam Nahrawi menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 26,5 miliar sepanjang tahun 2014 hingga 2018.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 19 Sep 2019, 06:42 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2019, 06:42 WIB
Menpora Imam Nahrawi
Menpora Imam Nahrowi, menyampaikan laporan refleksi tahun 2016 di Lapangan Bulutangkis Kemenpora, Jakarta, Jumat (30/12/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 18 September 2019, atau satu hari setelah revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) disahkan oleh DPR, lembaga antirasuah memastikan dibawah kepemimpinan Agus Rahardjo, KPK akan tetap berjalan meski UU KPK yang baru dinilai melemahkan.

KPK membuktikan bahwa pemberantasan korupsi tetap berjalan meski revisi UU usulan DPR sudah disahkan menjadi UU. Pembuktian yang dilakukan KPK dengan menjerat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers menyebut Imam secara total menerima uang Rp 26,5 miliar.

Uang itu diterima Imam terkait dengan pengurusan proposal dana hibah dari pemerintah kepada KONI, kemudian terkait jabatan Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.

"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," kata Alex.

Nama Imam sendiri dalam kasus dugaan suap dana hibah dari pemerintah terhadap KONI melalui Kemenpora ini berkali-kali disebut turut kecipratan suap. Imam kerap menerima suap melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Ulum sudah dijerat dan ditahan penyidik KPK.

Kasus suap dana hibah KONI ini terungkap saat tim penindakan menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 18 Desember 2018. Saat itu tim penindakan mengamankan sembilan orang.

Dari sembilan orang tersebut, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora Adhi Purnomo, Staf Kemenpora Eko Triyanto, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara Umum KONI Jhony E. Awuy.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Deretan Kasus Jerat Imam

Menpora Imam Nahrawi
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi turun dari mobil setibanya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/1). Menpora Imam memenuhi panggilan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait dana hibah Kemenpora ke KONI. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Nama Imam dan Ulum tertulis dalam catatan penerima suap dana hibah KONI dari Kemenpora. Hal ini terungkap dalam persidangan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan dibenarkan Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI, Suradi.

Dalam BAP itu, Suradi menyebut bahwa pada Kamis, 13 Desember 2018, Fuad Hamidy mengarahkan pembuatan alternatif pembiayaan kegiatan pada KONI sebesar Rp 17,9 miliar. Saat itu, Fuad Hamidy meminta Suradi menyusun beberapa alternatif kegiatan agar biaya sebesar-besarnya dikeluarkan KONI Rp 8 miliar dari total Rp17,9 miliar.

Alasannya, Fuad Hamidy punya kebutuhan untuk memberikan uang kepada sejumlah pihak Kemenpora seperti Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan beberapa pejabat lain. Imam tercatat mendapat bagian sebanyak Rp 1,5 miliar.

Selain dalam BAP, penyidik juga menemukan bukti lain keterlibatan Imam dalam kasus suap dana hibah KONI. Penyidik menemukan dokumen, proposal dan catatan pembahasan hingga pencairan dana hibah tersebut saat menggeledah ruang kerja Imam pada 20 Desember 2018.

Berselang satu bulan, KPK pun menelisik dugaan keterlibatan Imam dalam pemeriksaan sebagai saksi. Pada 24 Januari 2018, Imam Diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

Enam bulan berselang, KPK pun mulai melakukan penyelidikan atas keterlibatan Imam dalam kasus ini. KPK pernah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Imam pada 31 Juli 2019. Namun Imam mangkir.

Tak hanya sekali, Imam mangkir sebanyak tiga kali saat proses penyelidikan, yakni pada 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019 Imam juga mangkir. Hal ini disesali oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

"KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup untuk IMR (Imam) memberikan keterangan dan klarifikasi dalam tahap penyelidikan," kata Alex.

Selain Imam, dalam proses penyidikan juga KPK pernah memanggil Mantan pemain bulu tangkis Nasional Taufik Hidayat pada Kamis, 1 Agustus 2019. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Taufik diperiksa dalam penyelidikan.

Febri menyebut bahwa pemeriksaan Taufik untuk mendalami tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Taufik selama menjadi pejabat di Kemenpora.

"Taufik Hidayat dimintakan keterangan dalam penyelidikan sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan Staf Khusus (Stafsus) di Kemenpora," kata Febri.

 

Periksa Gatot

Imam Nahrawi
Mendapat Opini WDP, Menpora: Kita harus bekerja keras agar kedepan lebih baik. (foto: ©Kemenpora)

Selain Taufik, dalam proses penyelidikan KPK juga pernah memeriksa Sesmenpora Gatot Dewa Broto. Gatot diperiksa pada Jumat, 26 Juli 2019. Saat itu Gatot mengaku diperiksa KPK terkait pengelolaan anggaran di Kemenpora.

"KPK ingin tahu tentang pola pengelolaan anggaran dan program sepanjang tahun 2014 sampai dengan 2018. Kenapa harus saya? Karena saya sebagai Sesmenpora," kata Gatot.

Alhasil, KPK pun menemukan bahwa Imam Nahrawi menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 26,5 miliar sepanjang tahun 2014 hingga 2018.

Isyarat penetapan tersangka terhadap Imam sudah mulai tercium sejak KPK tiba-tiba menahan asisten pribadinya, Miftahul Ulum pada Rabu 11 September 2019. Saat itu, penetapan tersangka terhadap Ulum belum diumumkan KPK.

Satu pekan setelah menahan Ulum, KPK pun akhirnya mengumumkan Ulum dan Imam sebagai tersangka.

Imam merupakan menteri Kabinet Kerja jilid I pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi yang dijerat sebagai tersangka. Sebelumnya ada Menteri Sosial Idrus Marham yang dijerat dalam kasus suap PLTU Riau-1.

Idrus divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kasus ini, Idrus terbukti menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya