Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Imam diduga menerima uang melalui asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) yang juga telah berstatus tersangka secara bertahap dengan total senilai Rp 26,5 miliar.
Terkait penetapan tersangka Imam Nahrawi tersebut, Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan hal tersebut jadi bukti pemerintah tidak ada intervensi pada lembaga antirasuah.
"Sebagai bukti bahwa pemerintah atau Bapak Presiden tidak memgintervensi kerja-kerja yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Ngabalin ketika dihubungi, Kamis (19/9/2019).
Advertisement
Dia mengklaim dengan kejadian tersebut terlihat bahwa KPK dipercaya masyarakat. Dan tidak ada yang mengganggu lembaga tersebut.
"Dengan apa yang telah ditetapkan KPK hari ini tentu saja tidak ada satu orang pun yang bisa melalukan intervensi," lanjut Ngabalin.
Ngabalin juga menjelaskan Imam Nahrawi otomatis akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri. Namun terkait siapa yang akan menggantikannya, ia pun enggan menjelaskan. Sebab menurut dia, hal tersebut adalah hak preogratif Presiden Joko Widodo.
"Iya secara otomatis, diminta tidak diminta secara otomatis itu.Iya ada yurisprudensi ya, paling tidak itu secara otomatis," kata Ngabalin.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Nahrawi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (IMR) sebagai tersangka kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Imam diduga menerima uang melalui asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) yang juga telah berstatus tersangka secara bertahap dengan total senilai Rp 26,5 miliar.
"Dalam rentang 2014-2018 melalui MIU selaku asisten pribadi diduga menerima Rp 14,7 miliar tahun 2016 IMR diduga meminta uang Rp 11,7 miliar sehingga total dugaan penerimaan Rp 26,5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di gedung merah putih KPK,Jakarta, Rabu (18/9).
Alex mengatakan, penerimaan total Rp 26,5 miliar ini terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam selaku Menpora.
"Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," kata Alex.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulum disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement